Minggu, 25 Juni 2017

Sang aku

Aku adalah murid dari luka
Santri dari duka
Siswa dari derita
Pelajar dari sekolah kehidupan
Sarjana tangisan.

Aku terlatih untuk menahan tangis
Aku terdidik untuk mengabdi
Aku terbiasa menahan derita
Aku sudah biasa sendiri
Menatap bumi yg sudah menenggelamkan asa.

Tetes embun tak terasa dingin
Dalam deras hujan aku melangkah
Dalam terik matahari aku berteriak
Dalam abdiku aku berkarya
Hingga senja tawarkan bahagia

Kecil daku berlari ditengah hujan
Kecil daku melawan badai
Kecil daku senantiasa diabaikan
Kecil daku terbiasa dalam tetesan kringat
Hingga kini aku masih begitu

Aku bangga jadi aku
Aku bangga jadi hamba
Aku bangga jadi saya
Tapi aku takkan bangga bila aku jadi kau
Apalagi seperti lembu yg di cocok hidungnya.

#dalampelataranpengabdian.

Rabu, 21 Juni 2017

Pemuda lusuh membuat umar bin khatthab terharu

# berbagi kisah

Muslim Itu Bersaudara !

Suatu hari, Umar sedang duduk di bawah pohon kurma dekat Masjid Nabawi. Di sekelilingnya, para sahabat sedang asyik mendiskusikan sesuatu.Tiba-tiba datanglah 3 orang pemuda. Dua pemuda memegangi seorang pemuda lusuh yang diapit oleh mereka.

Ketika sudah berhadapan dengan Umar, kedua pemuda yang ternyata kakak beradik itu berkata :
"Tegakkanlah keadilan untuk kami, wahai Amirul Mukminin!"

"Qishashlah pembunuh ayah kami sebagai had atas kejahatan pemuda ini !".

Umar segera bangkit dan berkata :
"Bertakwalah kepada Allah, benarkah engkau membunuh ayah mereka, wahai anak muda?"

Pemuda lusuh itu menunduk sesal dan berkata :
"Benar, wahai Amirul Mukminin."

"Ceritakanlah kepada kami kejadiannya.", tukas Umar.

Pemuda lusuh itu kemudian memulai ceritanya :

"Aku datang dari pedalaman yang jauh, kaumku memercayakan aku untuk suatu urusan muammalah untuk kuselesaikan di kota ini. Sesampainya aku di kota ini, ku ikat untaku pada sebuah pohon kurma lalu kutinggalkan dia (unta). Begitu kembali, aku sangat terkejut melihat seorang laki-laki tua sedang menyembelih untaku, rupanya untaku terlepas dan merusak kebun yang menjadi milik laki-laki tua itu. Sungguh, aku sangat marah, segera ku cabut pedangku dan kubunuh ia (lelaki tua tadi). Ternyata ia adalah ayah dari kedua pemuda ini."

"Wahai, Amirul Mukminin, kau telah mendengar ceritanya, kami bisa mendatangkan saksi untuk itu.", sambung pemuda yang ayahnya terbunuh.

"Tegakkanlah had Allah atasnya!" timpal yang lain.

Umar tertegun dan bimbang mendengar cerita si pemuda lusuh.

"Sesungguhnya yang kalian tuntut ini pemuda shalih lagi baik budinya. Dia membunuh ayah kalian karena khilaf kemarahan sesaat", ujarnya.

"Izinkan aku, meminta kalian berdua memaafkannya dan akulah yang akan membayarkan diyat (tebusan) atas kematian ayahmu", lanjut Umar.

"Maaf Amirul Mukminin," sergah kedua pemuda masih dengan mata marah menyala,

"Kami sangat menyayangi ayah kami, dan kami tidak akan ridha jika jiwa belum dibalas dengan jiwa".

Umar semakin bimbang, di hatinya telah tumbuh simpati kepada si pemuda lusuh yang dinilainya amanah, jujur, dan bertanggung jawab.

Tiba-tiba si pemuda lusuh berkata :
"Wahai Amirul Mukminin, tegakkanlah hukum Allah, laksanakanlah qishash atasku. Aku ridha dengan ketentuan Allah", ujarnya dengan tegas.

"Namun, izinkan aku menyelesaikan dulu urusan kaumku. Berilah aku tangguh 3 hari. Aku akan kembali untuk diqishash".

"Mana bisa begitu?", ujar kedua pemuda yang ayahnya terbunuh.

"Nak, tak punyakah kau kerabat atau kenalan untuk mengurus urusanmu?", tanya Umar.

"Sayangnya tidak ada, Amirul Mukminin".
"Bagaimana pendapatmu jika aku mati membawa hutang pertanggung jawaban kaumku bersamaku?", pemuda lusuh balik bertanya kepada Umar.

"Baik, aku akan memberimu waktu tiga hari. Tapi harus ada yang mau menjaminmu, agar kamu kembali untuk menepati janji." kata Umar.

"Aku tidak memiliki seorang kerabatpun di sini. Hanya Allah, hanya Allah-lah penjaminku wahai orang-orang beriman", rajuknya.

Tiba-tiba dari belakang kerumunan terdengar suara lantang :
"Jadikan aku penjaminnya, wahai Amirul Mukminin".

Ternyata Salman al-Farisi yang berkata.

"Salman?" hardik Umar marah.
"Kau belum mengenal pemuda ini, Demi Allah, jangan main-main dengan urusan ini".

"Perkenalanku dengannya sama dengan perkenalanmu dengannya, yaa, Umar. Dan aku mempercayainya sebagaimana engkau percaya padanya", jawab Salman tenang.

Akhirnya dengan berat hati, Umar mengizinkan Salman menjadi penjamin si pemuda lusuh. Pemuda itu pun pergi mengurus urusannya.

Hari pertama berakhir tanpa ada tanda-tanda kedatangan si pemuda lusuh. Begitupun hari kedua. Orang-orang mulai bertanya-tanya apakah si pemuda akan kembali. Karena mudah saja jika si pemuda itu menghilang ke negeri yang jauh.

Hari ketiga pun tiba. Orang-orang mulai meragukan kedatangan si pemuda, dan mereka mulai mengkhawatirkan nasib Salman, salah satu sahabat Rasulullah S.A.W. yang paling utama.

Matahari hampir tenggelam, hari mulai berakhir, orang-orang berkumpul untuk menunggu kedatangan si pemuda lusuh. Umar berjalan mondar-mandir menunjukkan kegelisahannya. Kedua pemuda yang menjadi penggugat kecewa karena keingkaran janji si pemuda lusuh.

Akhirnya tiba waktunya penqishashan. Salman dengan tenang dan penuh ketawakkalan berjalan menuju tempat eksekusi. Hadirin mulai terisak, karena menyaksikan orang hebat seperti Salman akan dikorbankan.

Tiba-tiba di kejauhan ada sesosok bayangan berlari terseok-seok, jatuh, bangkit, kembali jatuh, lalu bangkit kembali.

”Itu dia!” teriak Umar.
“Dia datang menepati janjinya!”.

Dengan tubuhnya bersimbah peluh dan nafas tersengal-sengal, si pemuda itu ambruk di pangkuan Umar.

”Hh..hh.. maafkan.. maafkan.. aku, wahai Amirul Mukminin..” ujarnya dengan susah payah.

“Tak kukira... urusan kaumku... menyita... banyak... waktu...”.
”Kupacu... tungganganku... tanpa henti, hingga... ia sekarat di gurun... Terpaksa... kutinggalkan... lalu aku berlari dari sana..”

”Demi Allah”, ujar Umar menenanginya dan memberinya minum,

“Mengapa kau susah payah kembali? Padahal kau bisa saja kabur dan menghilang?” tanya Umar.

”Aku kembali agar jangan sampai ada yang mengatakan... di kalangan Muslimin... tak ada lagi ksatria... menepati janji...” jawab si pemuda lusuh sambil tersenyum.

Mata Umar berkaca-kaca, sambil menahan haru, lalu ia bertanya :
“Lalu kau, Salman, mengapa mau- maunya kau menjamin orang yang baru saja kau kenal?"

Kemudian Salman menjawab :
" Agar jangan sampai dikatakan, dikalangan Muslimin, tidak ada lagi rasa saling percaya dan mau menanggung beban saudaranya”.

Hadirin mulai banyak yang menahan tangis haru dengan kejadian itu.

”Allahu Akbar!”, Tiba-tiba kedua pemuda penggugat berteriak.

“Saksikanlah wahai kaum Muslimin, bahwa kami telah memaafkan saudara kami itu”.

Semua orang tersentak kaget.

“Kalian...” ujar Umar.
“Apa maksudnya ini? Mengapa kalian..?” Umar semakin haru.

Kemudian dua pemuda menjawab dengan membahana :
”Agar jangan sampai dikatakan, di kalangan Muslimin tidak ada lagi orang yang mau memberi maaf dan sayang kepada saudaranya”.

”Allahu Akbar!” teriak hadirin.

Pecahlah tangis bahagia, haru dan sukacita oleh semua orang.
MasyaAllah..

Rabu, 14 Juni 2017

Kisah seorang raja dan petani tua penanam zaitun

Kisah Seorang Raja Dan Petani Tua Penanam Zaitun
Kisah Seorang Raja Dan Petani Tua Penanam Pohon Zaitun

Dikisahkan, seorang raja mengumumkan bahwa pihak kerajaan akan membagikan hadiah 400 dinar (uang emas) bagi siapa pun yang mengucapkan ungkapan-ungkapan baik..

Suatu hari, sang raja berkeliling kota bersama para pengawalnya. Sang raja bertemu dengan petani tua yang sedang menanam pohon zaitun..

"Kenapa Anda menanam pohon zaitun..? Butuh 20 tahun untuk berbuah, sementara Anda berumur 90-an tahun. Ajal Anda telah menjemput saat itu." Sang raja bertanya heran..

"Orang-orang terdahulu menanam zaitun dan kini kita menikmati hasilnya. Dan saat ini kita menanamnya agar kelak orang-orang di masa mendatang menikmati hasilnya." Jawab petani tersebut..

"Bagus sekali, ini adalah ungkapan yang baik." Ungkap raja..

Sang raja memerintahkan pengawal untuk memberinya 400 dinar. Sang petani lantas menerima hadiah sambil tersenyum..

"Kenapa Anda tersenyum?" Raja kembali bertanya..

"Pohon zaitun berbuah setelah 20 tahun. Dan usahaku berbuah detik ini." Jawab petani itu..

"Berikan dia 400 dinar lagi." Perintah sang raja kepada pengawalnya..

Petani itu kembali tersenyum saat menerima hadiah tersebut. "Kenapa Anda tersenyum?" Kembali raja bertanya..

"Pohon zaitun berbuah sekali setahun dan aku mendapati usahaku berbuah dua kali." Jawab sang petani..

Sang raja kembali memberinya 400 dinar lalu segera meninggalkan tempat itu dengan cepat..

"Kenapa Anda meninggalkannya?" Tanya pimpinan pengawal kepada raja..

"Jika aku menemaninya sampai pagi, harta kerajaan akan habis sementara ungkapan-ungkapan petani itu tak akan terhenti.."

> Catatan :

Di Surgalah seorang muslim akan mendapati hasil yang berlimpah ruah atas penjagaan lisan dan perkataan baiknya. Apa yang akan diperolehnya di Surga kelak melebihi hadiah dan rizki apapun yang diperolehnya di dunia..

Para ulama membagi ungkapan baik menjadi dua:

1. Ungkapan baik karena dzatnya dan ditentukan oleh syar'i. Seperti ungkapan dzikir: Subhanallah, Laa ilaha illallah, Alhamdulillah, dan lain-lain..

2. Ungkapan baik dan terlontar dari hati, nyaman didengar oleh pendengar. Ini sesuai bahasa dan budaya setempat.

Woi sahur yok woiiiiiii......!

Senin, 12 Juni 2017

Obat stroke ala Rosullullah

*Angin Duduk*

Pada satu ketika dimana Nabi Allah Sulaiman a.s duduk di singgahsananya,
Maka datang satu Angin yang cukup besar, maka bertanya Nabi Allah
Sulaiman siapakah engkau......?.

Maka dijawab oleh Angin tersebut : akulah Angin Rihul Ahmar dan aku bila memasuki rongga anak Adam, maka lumpuh, keluar darah dari rongga, dan apabila aku memasuki otak anak Adam, maka menjadi gilalah anak Adam ...

Maka diperintahkan oleh Nabi Sulaiman a.s supaya membakar angin
tersebut,maka berkatalah Rihul Ahmar kepada Nabi Sulaiman a.s bahwa:
Aku kekal sampai hari Kiamat tiba,tiada sesiapa yang dapat membinasakan Aku melainkan Allah SW T.
Lalu Rihul Ahmar pun menghilang.

Diriwayatkan cucu Nabi Muhammad SAW terkena Rihul Ahmar
sehingga keluar darah dari rongga hidungnya.

Maka datang Malaikat Jibril kepada Nabi SAW  dan bertanya Nabi kepada Jibril.

Maka menghilang sebentar,lalu Malaikat Jibril kembali mengajari akan do'a Rihul Ahmar kepada Nabi SAW kemudian
dibaca do'a tersebut kepada cucu nya dan dengan sekejap cucu Rasulullah sembuh serta merta.

Lalu bersabda Nabi SAW : Bahwa barang siapa membaca do'a stroke/do'a Rihul Ahmar.....walau sekali dalam seumur hidupnya, maka akan dijauhkan dari penyakit ANGIN AHMAR atau
STROKE.

Do'a menjauhkan terhindar dari angin ahmar dan penyakit kronik :

اللهم إني أعوذبك من الريح الأحمر والدم الأسود والداء الأكبر

Allahumma inni a'uzubika minarrihil ahmar, waddamil aswad, waddail akbar....
Artinya :
Ya Allah Tuhanku lindungi aku dari angin merah dan lindungi aku dari darah hitam (stroke) dan dari penyakit berat.

Panjangkanlah ke Group Keluarga, Sahabat kita yang tersayang...agar kita semua  terhindar dari STROKE senantiasa dalam balutan sehat dan sejahtera.....!

👏🙏

Jumat, 09 Juni 2017

UNTUKMU YANG MERASA PALING SUCI

Kadang, aku masih bingung, darimana engkau bisa menerima ajaran asing itu masuk ke kepalamu.

Ajaran yang penuh kebencian, penuh amarah dan dendam kesumat yang kelewat batas. Ajaran yang tiba-tiba menyelimuti dirimu dengan rasa saleh, yang membuatmu tiba-tiba mengaku menjadi wakil Tuhan di bumi.

Begitu asingnya ajaran ini, hingga kau menganggap bahwa ia-lah 'asing' yang dimaksud dalam kitab-kitab itu. Membuatmu tenggelam, dalam marah dan bencimu.

Engkau menyalahkan semua orang yang berbeda. Engkau mengafirkan semua muslim yang tak sepaham. Engkau ingin mewujudkan rasa 'asing' itu, memaksakannya agar sesuai dengan buku dalil yang kau pegang erat.

Engkau ingin melepaskan diri dari Islam, demi menjadi 'traveler' nan terasing, sementara apa yang kau lakukan, telah meng-asing-kan Islam dari dunia. Satu-satunya yang engkau bawa, hanyalah penderitaan.

Kadang, aku ingin membayangkan, bagaimana kau menebus ketidakmurnianmu sebelumnya. Kekotoran jiwamu karena pernah bersinggungan dengan kami. Karena pernah bersentuhan dengan kami, yang berbeda, yang tak sepaham. Yang kurang pintar, tidak sepertimu.

Apakah engkau begitu menyesali perjumpaanmu dengan kami, manusia lain selain kelompokmu, sehingga engkau merasa harus menunjukkan kemarahan dan kebencianmu, bahkan di bulan Ramadhan?

Tak bisakah rasa jijikmu kepada kami berkurang karena shalat, puasa dan dzikir yang terus-menerus kau ucap? Tak cukupkah syahadat, shalat dan puasa kami sebagai penahan tanganmu agar tak menimpakan musibah kepada kami?

Hilangkah semua rasa dan sifat yang dulu pernah kau cecap sebagai manusia? Cinta, tenggang rasa. Welas asih? Palsukah hal itu bagimu kini? Mengapa engkau juga membuang keadilan? Mengapa engkau menghukumi orang lain tanpa bukti dan pengadilan? Mengapa engkau..

Ah!

Kadang, aku hanya ingin memastikan, apakah engkau telah meneliti sumber-sumber kebencianmu. Terhadap muslimin. Terhadap nasrani. Terhadap semua manusia lain yang takut dan tak sepikir denganmu.

Apakah engkau sudah keluar cangkang, walau sejenak? Pernahkah terbersit sebuah niat untuk menyewa satelit dan menyaksikan bagaimana bola dunia berputar. Betapa salju menutupi sebidang tanah sepanjang waktu, sementara engkau di sini, hanya bisa menonton salju di televisi?

Bagaimana jika mereka tak suka kopi, sepertimu? Bagaimana jika jenggot yang panjang membuat leher mereka iritasi? Bagaimana jika udara terlalu dingin, hingga tak mungkin bagi mereka memakai celana di atas mata kaki?

Engkau ingin merampas hak-hak manusia lain, karena ia punya persepsi berbeda akan sekotak teh, yang menurutmu adalah teh terlezat di dunia.

Cukupkah itu sebagai alasanmu melenyapkan nyawa mereka?

300 warga Iraq di pasar Karrada, Juli 2016, kala itu sedang sibuk berbelanja, berbuka, bersiap dengan ibadah mereka di bulan Ramadhan. Ada pemeluk syiah di sana. Pedagang sunni. Teman-teman nasrani. Ada manusia, berbahagia. Ramadhan.

Lalu ada engkau, dengan mata mengkilat penuh amarah, mengangkut kulkas penuh berisi bahan peledak ke tengah-tengah mereka.

Engkau tak peduli, adakah yang menunggu mereka di rumah. Ibu renta yang menahan lapar, menunggu putranya kembali dari pasar. Seorang bocah yang menanti, menunggu sang ayah membeli susunya agar ia bisa terlelap. Seorang istri yang menunggu, pulangnya suami, untuk bersama melakukan shalat malam.

Kau merenggut semua itu, demi nafsumu untuk menjadi terasing. Kau hancurkan semua itu, demi hasad dan dengki yang mengakar di dirimu.

Engkau yang datang membawa kematian, ketahuilah, bahwa Tuhan kami, adalah Pemberi Kehidupan!

Itulah engkau. Dan inilah kami.

---

Daesh kembali lakukan bom bunuh diri di Karrada, hari ini.

Sabtu, 03 Juni 2017

Karakter Tawassuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja

Karakter Tawassuth, Tawazun, I'tidal, dan Tasamuh dalam Aswaja

Ada tiga ciri utama ajaran Ahlussunnah wal Jamaah atau kita sebut dengan Aswaja yang selalu diajarkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya:

Pertama, at-tawassuth atau sikap tengah-tengah, sedang-sedang, tidak ekstrim kiri ataupun ekstrim kanan. Ini disarikan dari firman Allah SWT:

وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطاً لِّتَكُونُواْ شُهَدَاء عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيداً
<>

Dan demikianlah kami jadikan kamu sekalian (umat Islam) umat pertengahan (adil dan pilihan) agar kamu menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) manusia umumnya dan supaya Allah SWT menjadi saksi (ukuran penilaian) atas (sikap dan perbuatan) kamu sekalian. (QS al-Baqarah: 143).

Kedua at-tawazun atau seimbang dalam segala hal, terrnasuk dalam penggunaan dalil 'aqli (dalil yang bersumber dari akal pikiran rasional) dan dalil naqli (bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits). Firman Allah SWT:

لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ لِيَقُومَ النَّاسُ بِالْقِسْطِ

Sunguh kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti kebenaran yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (penimbang keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. (QS al-Hadid: 25)

Ketiga, al-i'tidal atau tegak lurus. Dalam Al-Qur'an Allah SWT berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُونُواْ قَوَّامِينَ لِلّهِ شُهَدَاء بِالْقِسْطِ وَلاَ يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلاَّ تَعْدِلُواْ اعْدِلُواْ هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

Wahai orang-orang yang beriman hendaklah kamu sekalian menjadi orang-orang yang tegak membela (kebenaran) karena Allah menjadi saksi (pengukur kebenaran) yang adil. Dan janganlah kebencian kamu pada suatu kaum menjadikan kamu berlaku tidak adil. Berbuat adillah karena keadilan itu lebih mendekatkan pada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. (QS al-Maidah: 8)

Selain ketiga prinsip ini, golongan Ahlussunnah wal Jama'ah juga mengamalkan sikap tasamuh atau toleransi. Yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Namun bukan berarti mengakui atau membenarkan keyakinan yang berbeda tersebut dalam meneguhkan apa yang diyakini. Firman Allah SWT:

فَقُولَا لَهُ قَوْلاً لَّيِّناً لَّعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى

Maka berbicaralah kamu berdua (Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS) kepadanya (Fir'aun) dengan kata-kata yang lemah lembut dan mudah-mudahan ia ingat dan takut. (QS. Thaha: 44)

Ayat ini berbicara tentang perintah Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS agar berkata dan bersikap baik kepada Fir'aun. Al-Hafizh Ibnu Katsir (701-774 H/1302-1373 M) ketika menjabarkan ayat ini mengatakan, "Sesungguhnya dakwah Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS kepada Fir'aun adalah menggunakan perkataan yang penuh belas kasih, lembut, mudah dan ramah. Hal itu dilakukan supaya lebih menyentuh hati, lebih dapat diterima dan lebih berfaedah". (Tafsir al-Qur'anil 'Azhim, juz III hal 206).

Dalam tataran praktis, sebagaimana dijelaskan KH Ahmad Shiddiq bahwa prinsip-prinsip ini dapat terwujudkan dalam beberapa hal sebagai berikut: (Lihat Khitthah Nahdliyah, hal 40-44)

1. Akidah.
a. Keseimbangan dalam penggunaan dalil 'aqli dan dalil naqli.
b. Memurnikan akidah dari pengaruh luar Islam.
c. Tidak gampang menilai salah atau menjatuhkan vonis syirik, bid'ah apalagi kafir.

2. Syari'ah
a. Berpegang teguh pada Al-Qur'an dan Hadits dengan menggunanakan metode yang dapat dipertanggung­jawabkan secara ilmiah.
b. Akal baru dapat digunakan pada masalah yang yang tidak ada nash yang je1as (sharih/qotht'i).
c. Dapat menerima perbedaan pendapat dalam menilai masalah yang memiliki dalil yang multi-interpretatif (zhanni).

3. Tashawwuf/ Akhlak
a. Tidak mencegah, bahkan menganjurkan usaha memperdalam penghayatan ajaran Islam, selama menggunakan cara-cara yang tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum Islam.
b. Mencegah sikap berlebihan (ghuluw) dalam menilai sesuatu.
c. Berpedoman kepada Akhlak yang luhur. Misalnya sikap syaja’ah atau berani (antara penakut dan ngawur atau sembrono), sikap tawadhu' (antara sombong dan rendah diri) dan sikap dermawan (antara kikir dan boros).

4. Pergaulan antar golongan
a. Mengakui watak manusia yang senang berkumpul dan berkelompok berdasarkan unsur pengikatnya masing-masing.
b. Mengembangkan toleransi kepada kelompok yang berbeda.
c. Pergaulan antar golongan harus atas dasar saling menghormati dan menghargai.
d. Bersikap tegas kepada pihak yang nyata-nyata memusuhi agama Islam.

5. Kehidupan bernegara
a. NKRI (Negara Kesatuan Republik Indanesia) harus tetap dipertahankan karena merupakan kesepakatan seluruh komponen bangsa.
b. Selalu taat dan patuh kepada pemerintah dengan semua aturan yang dibuat, selama tidak bertentangan dengan ajaran agama.
c. Tidak melakukan pemberontakan atau kudeta kepada pemerintah yang sah.
d. Kalau terjadi penyimpangan dalam pemerintahan, maka mengingatkannya dengan cara yang baik.

6. Kebudayaan
a. Kebudayaan harus ditempatkan pada kedudukan yang wajar. Dinilai dan diukur dengan norma dan hukum agama.
b. Kebudayaan yang baik dan ridak bertentangan dengan agama dapat diterima, dari manapun datangnya. Sedangkan yang tidak baik harus ditinggal.
c. Dapat menerima budaya baru yang baik dan melestarikan budaya lama yang masih relevan (al-­muhafazhatu 'alal qadimis shalih wal akhdu bil jadidil ashlah).

7. Dakwah
a. Berdakwah bukan untuk menghukum atau memberikan vonis bersalah, tetapi mengajak masyarakat menuju jalan yang diridhai Allah SWT.
b. Berdakwah dilakukan dengan tujuan dan sasaran yang jelas.
c. Dakwah dilakukan dengan petunjuk yang baik dan keterangan yang jelas, disesuaikan dengan kondisi dan keadaan sasaran dakwah.

KH Muhyidin Abdusshomad
Pengasuh Pesantren Nurul[disingkat oleh WhatsApp]