Selasa, 21 Mei 2013

Sumbangan pemikiran Karl marx

umbangan pemikiran dari Karl Marx terhadap ilmu sosiologi. Adapun materi-materi yang akan dibahas adalah sejarah singkat riwayat hidup Karl Marx serta menjelaskan pemikiran Karl Marx tentang materialisme historis, model-model masyarakat, alinasi, kesadaran kelas dan perubahan sosial.

Setelah mengetahui materi pokok bahasan pada bab lima, mahasiswa diharapkan mampu :

a.menjelaskan konsep materialisme historisnya Karl Marx.
b.menjelaskan model-model masyarakat Karl Marx.
c.menjelaskan konsep alienasi dan membedakan macam-macam alienasi Karl Marx.
d.menjelaskan perjuangan kelas dan analisa dialektika perubahan sosial Karl Marx.
e.mengkaji fenomena masyarakat saat ini dengan menggunakan teori Karl Marx
 Riwayat Hidup Marx

Jika secara spontan orang ditanya tentang Karl Marx, biasanya jawaban yang muncul akan berkisar pada Marx sebagai seorang kakek tua berjenggot dengan wajah angker yang ide-idenya perlu dicurigai dan dihindari. Ia akan dipahami sebagai seorang lelaki dari Jerman yang adalah filsuf, ahli ekonomi, dan teoritikus sosial yang mempelopori gagasan mengenai materialisme dialektis dan materialisme historis. Selanjutnya ia akan dipandang sebagai seorang penganjur perjuangan kelas dan revolusi komunis; seorang atheis pejuang gagasan “diktator proletariat” dan “masyarakat tanpa kelas”; atau seorang anti-kapitalis yang membenci kaum borjuis sambil menunjukkan ketakterpisahan antara politik dan ekonomi.

Mengingat adanya kesulitan teknis menemukan sumber-sumber biografis Marx pada masa awal hidupnya, di sini catatan mengenai hal itu akan disampaikan secara sekilas saja. Marx lahir di Trier (kini di Jerman), pada tanggal 5 Mei 1818. Ayahnya Henrich Marx dan ibunya Henrietta berasal dari keluarga rabbi Yahudi. Ayahnya Henrich Marx, adalah seorang pengacara di negara Prusia, ssebelum negara itu pada tahun 1867 menjadi bagian dari konfederasi Jerman.

Usia delapan belas tahun, sesudah memperlajari hukum selam setahun di Universitas Bonn, Marx pindah ke Universitas Berlin. Selama masa studinya di Berlin, Marx amat dipengaruhi oleh filsafat idealisme George Hegel (1770-1831). Di sini ia juga behubungan dan amat dipengaruhi dengan kaum “Hegelian Muda”. Mereka ini bermaksud. menerapkan gagasan Hegel guna melawan agama sebagai lembaga yang tak ramah (organized religion) dan pemerintah Prusia yang dirasakan sebagai otoritarian. Pada tahun 1841, di usianya yang ke-23, Marx meraih gelar doktor dalam bidang filsafat. Perjalanan hidupnya setelah itu adalah perjalanan yang penuh kesulitan dan tantangan.

Setelah menyelesaikan disertasi doktornya di Universitas Berlin, Marx menerima tawaran untuk menulis dalam surat kabar borjuis liberal, bernama Rheinishe Zeitung di Cologne. Kemudian ia menjadi pimpinan surat kabar ini walaupun pada akhirnya harus ditutup oleh pemerintah karena dianggap terlalu kritis.

Setelah itu ia pun pindah ke Paris. Di Paris inilah Marx menikah dengan Jenny pada tanggal 19 Juni 1843. Di sini pula ia bertemu dengan Friedrich Engels. Pada tahun 1845 ia dan keluarganya berpindah ke Brussels. Kemudian tahun 1846 Marx bersama teman kerjanya Friedrich Engels (sekaligus teman dekat sampai Marx meninggal) mengikuti Communist League suatu organisasi revolusioner yang bermarkas di London.

Dua tahun kemudian (1848) dia diusir karena pemerintah Belgia takut bahwa Marx akan mendorong revolusi di situ. Marx pun kembali ke Paris, lalu ke Rhineland, namun di sana ia juga berbenturan dengan penguasa setempat. Akhirnya pada tahun 1849 Marx pindah ke London. Ia tinggal dan berkarya di kota itu sampai meninggalnya, pada tanggal 14 Maret 1883.

Alam Berpikir Marx

Sebagai seorang ahli sosial sekaligus filosof yang juga menguasai ilmu ekonomi, Marx dalam melihat masalah kemasyarakatan memiliki pusat perhatian pada tingkat struktur sosial dan bukan pada tingkat kenyataan sosial budaya. Marx dalam hal ini lebih memusatkan perhatiannya pada cara orang menyesuaikan diri dengan lingkungan fisiknya. Dia juga melihat hubungan-hubungan sosial yang muncul dari penyesuaian ini dan tunduknya aspek-aspek kenyataan sosial dan budaya pada asas ekonomi.

Bagi Marx, kunci untuk memahami kenyataan sosial tidak ditemukan dalam ide-ide abstrak, tetapi dalam pabrik-pabrik atau dalam tambang batu bara. Di mana para pekerja menjalankan tugas yang di luar batas kemanusiaan dan berbahaya, untuk menghindarkan diri dari mati kelaparan dan berbagai penderitaan kaum buruh, inilah kenyataan sosial. Kenyataan sosial bukan impian naif dan idealistik yang dibuat oleh ilmu pengetahuan, teknologi dan pertumbuhan industri untuk meningkatkan kerjasama dan meningkatkan kesejahteraan dalam bidang materil semua orang.

Karl Marx dalam pemikiran filosofisnya banyak dipengaruhi oleh George Wilhelm Friedrich Hegel (1770-1831) dan Ludwig Feurbach (1804-1872), keduanya filsuf Jerman. Kalau Hegel dalam pemikirannya lebih bersifat idealistik, Feurbach lebih bersifat materialistik, humanistik dan inderawi. Namun, pada akhirnya pengaruh kedua tokoh ini hanya akan menjadi titik tolak bagi Marx untuk sampai ke pemikiran-pemikirannya sendiri.

Menurut kebanyakan ahli selain alam pikirnya, Marx dalam berkarya dan menelurkan karya-karyanya berpijak pada tiga “sila dasar”:
1. Teori Materialisme Historis
Materialisme Historis Marx menjelaskan sejarah dengan memposisikan material manusia sebagai dasar sejarah dan memandang produksi mental, intelektual seseorang dan kehidupan budaya sebagai efeknya.
2. Teori Perjuangan Kelas
Menurut hasil analisa dan pengamatan Antoni Gidden terhadap teori Perjuangan Kelas Marx bahwa di dunia ini di belahan manapun masyarakat terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu Golongan Borjuis (pemilik modal) dan Golongan Proletar (kaum buruh, tani).
3. Teori Nilai Lebih
Konsep ini menjelaskan keuntungan kaum kapitalis dan eksloitasi buruh. Marx mendefinisikan nilai lebih sebagai perbedaan antara nilai upah yang diterima buruh dan nilai dari apa yang mereka hasilkan. Artinya, perbedaan antara upah yang harus dibayar kaum kapitalis kepada buruh dan produk hasil kerja kaum buruh yang bisa dijual kaum kapitalis untuk kepentingan kaum kapitalis.

Materialisme Historis Marx

Dari karya ‘The Comunist Manifesto’, dan ‘Das Kapital’, Marx sangat terkenal dengan dialektika materialis dan dialektika historisnya. Baginya, kekuatan yang mendorong manusia dalam sejarah adalah cara manusia berhubungan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, yang dalam perjuangannya yang abadi untuk merengut kehidupan dari alam. Tindakan historis yang pertama adalah membina kehidupan material itu sendiri. Keinginan untuk memenuhi kebutuhan makan dan minum, tempat tinggal serta sandang adalah tujuan manusia yang utama pada awalnya. Namun demikian, perjuangan manusia tidaklah terhenti pada saat kebutuhannya yang paling utama terpenuhi atau tercapai, manusia memang sesungguhnya binatang yang tetap tidak akan terpuaskan. Ketika kebutuhan-kebutuhan pokok telah terpenuhi, pemenuhan kebutuhan itu justru menyebabkan timbulnya kebutuhan-kebutuhan baru, yang mengawali terbentuknya kelas-kelas yang saling bertentangan. Menurut Marx, semua periode sejarah ditandai oleh perjuangan kelas yang berbeda satu sama lain sesuai dengan periode sejarahnya. Meskipun gejala historis merupakan hasil dari saling mempengaruhi antar berbagai komponen, sesungguhnya hanya faktor ‘ekonomi’ yang merupakan independent variabelnya. Perkembangan politik ,hukum, filsafat, kesusasteraan dan kesenian semuanya bertopang pada faktor ekonomi.

Teori Alienasi

Selain teori Perjuangan Kelas dan beberapa hal di atas ada sebuah teori Marx yang menjelaskan dampak dari produktifitas manusia terhadap keterasingan manusia itu sendiri. Teori ini lebih dikenal dengan Teori Alienasi.

Alienasi atau keterasingan merupakan masalah yang menjadi menarik untuk dikaji ketika orang mulai sadar bahwa lama kelamaan barang-barang yang diproduksi manusia makin menjadi otonom, bahkan seakan-akan menguasai manusia. Menurut Marx alienasi ada dan dijumpai orang di mana-mana dalam segala bidang dan dalam semua lembaga di mana manusia memasukinya. Tetapi alienasi yang paling penting adalah alienasi yang dijumpai di tempat orang bekerja, karena manusia menurut Marx adalah ‘homo faber’ artinya manusia sebagai pekerja/pencipta. Alienasi dalam bidang kerja ada empat aspek yaitu :
a. Manusia diasingkan dari produk hasil pekerjaannya.
b. Terasing dari kegiatan produksi.
c. Terasing dari sifat sosialnya sendiri.
d. Terasing dari rekan-rekannya atau masyarakatnya.

Demikianlah, sesungguhnya Marx telah mengemukakan bagaimana manusia teralienasi adalah merupakan manusia yang sebenarnya hidup di dalam dunianya yang tidak terhayati oleh dirinya sendiri.

Kesadaran Kelas dan Perjuangan Kelas

Teori kelas dari Marx berdasarkan pemikiran bahwa “sejarah dari segala bentuk masyarakat dari dahulu hingga sekarang adalah sejarah pertikaian antara golongan’. Menurut pandangannya, sejak masyarakat manusia mulai dari bentuknya yang primitif secara relatif tidak berbeda satu sama lain, namun tetap mempunyai perbedaan-perbedaan fundamental antara golongan yang bertikai di dalam mengejar kepentingannya masing-masing. Bagi Marx, dasar dari sistem stratifikasi adalah tergantung dari hubungan kelompok-kelompok manusia terhadap sarana produksi. Yang disebut kelas dalam hal ini adalah suatu kelompok orang-orang yang mempunyai fungsi dan tujuan yang sama dalam organisasi produksi.

Kelas-kelas yang memiliki kesadaran diri, memerlukan sejumlah kondisi tertentu untuk menjamin kelangsungannya, yaitu mereka memerlukan adanya suatu jaringan komukasi di antara mereka, pemusatan massa rakyat serta kesadaran akan adanya musuh bersama dan adanya bentuk organsisasi yang rapi. Organisasi ini dapat berupa serikat-serikat buruh atau serikat-serikat kerja lainnya untuk mendesak upah yang lebih tinggi, perbaikan kodisi kerja, dan sebagainya. Akhirnya organisasi kelas buruh ini akan menjadi cukup kuat bagi mereka untuk menghancurkan seluruh struktur sosial kapitalis dan menggantikan dengan struktur sosial yang menghargai kebutuhan dan kepentingan umat manusia seluruhnya yang diwakili oleh kelas proletar.

Analisa Dialektika Perubahan Sosial

Cara analisa dialektik merupakan inti model bagaimana konflik kelas mengakibatkan perubahan sosial. Umumnya analisa dialektik meliputi suatu pandangan tentang mansyarakat yang terdiri dari kekuatan-kekuatan yang berlawanan yang sewaktu-sewaktu menjadi seimbang. Dalam pandangan Marx, kontradiksi yang paling penting adalah antara kekuatan-kekuatan produksi materil dan hubungan-hubungan produksi, dan antara kepntingan-kepentingan kelas yang berbeda. Karena kontradiksi inilah, setiap tahap sejarah dalam perkembangan masyarakat dapat dilihat sebagai tahap yang mempersiapkan jalan untuk kehancuran akhirnya sendiri, dengan masing-masing tahap baru yang menolak tahap sebelumnya di mana secara paradoks memasuki awalnya. Namun gerak sejarah yang bersifat dialektik itu tidak terlepas dari kemauan atau usaha manusia. Manusialah yang menciptakan sejarahnya sendiri, meskipun kegiatan kreatifnya ditentukan dan terikat oleh lingkungan materil dan sosial yang ada. Khusus dalam ‘The Communist Manifesto’, Marx mendesak kaum buruh untuk mempergunakan moment yang tepat dalam sejarah yang ditimbulkan oleh munculnya krisis ekonomi, untuk mengubah masyarakat melalui kegiatan revolusioner mereka sendiri.

Psikologi Agama

1. Pengertian Psikologi Agama

Psikologi secara etimologi memiliki arti “ilmu tentang jiwa”. Dalam Islam, istilah “jiwa” dapat disamakan istilah al-nafs, namun ada pula yang menyamakan dengan istilah al-ruh, meskipun istilah al-nafs lebih populer penggunaannya daripada istilah al-ruh. Psikologi dapat diterjamahkan ke dalam bahasa Arab menjadi ilmu al-nafs atau ilmu al-ruh. Penggunaan masing-masing kedua istilah ini memiliki asumsi yang berbeda (Liza, 2009: 2). Psikologi menurut Plato dan Aristoteles adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang hakikat jiwa serta prosesnya sampai akhir. Menurut Wundt (tokoh eksperimental) bahwa psikologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari pengalaman-pengalaman yang timbul dalam diri manusia, seperti penggunaan pancaindera, pikiran, perasaan, feeling dan kehendaknya.

Menurut Drajat (2008: 2), bahwa psikologi agama berkaiatan dengan pengaruh agama terhadap sikap dan tingkah laku orang atau mekanisne yang bekerja dalam diri seseorang, karena cara seseorang berpikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah laku tidak dapat dipisahkan dari keyakinannya, karena keyakinan itu masuk dalam kostruksi pribadi (Liza, 2009: 2). Belajar psikologi agama tidak untuk membuktikan agama mana yang paling benar, tapi hakekat agama dalam hubungan manusia dengan kejiwaannya, bagaimana prilaku dan kepribadiannya mencerminkan keyakinannnya. Mengapa manusia ada yang percaya Tuhan ada yang tidak, apakah ketidak percayaan ini timbul akibat pemikiran yang ilmiah atau sekedar naluri akibat terjangan cobaan hidup, dan pengalaman hidupnya.

Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan, sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.
Psikologi agama tidak berhak membuktikan benar tidaknya suatu agama, karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai tehnik untuk mendemonstrasikan hal-hal yang seperti itu baik sekarang atau masa depan, Ilmu pengetahuan tidak mampu membuktikan ketidak-adaan Tuhan, karena tidak ada tehnik empiris untuk membuktikan adanya gejala yang tidak empiris, tetapi sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris bukanlah berarti tidak ada jiwa. Psikologi agama sebagai ilmu pengetahuan empiris tidak menguraikan tentang Tuhan dan sifat-sifat-Nya tapi dalam psikologi agama dapat diuraikan tentang pengaruh iman terhadap tingkah laku manusia (Liza, 2009: 3).

Psikologi agama dapat menguraikan iman agama kelompok atau iman individu, dapat mempelajari lingkungan-lingkungan empiris dari gejala keagamaan, tingkah laku keagamaan, atau pengalaman keagamaan, pengalaman keagamaan, hukum-hukum umum tetang terjadinya keimanan, proses timbulnya kesadaran beragama dan persoalan empiris lainnya. Ilmu jiwa agama hanyalah menghadapi manusia dengan pendirian dan perbuatan yang disebut agama, atau lebih tepatnya hidup keagamaan. Psikologi agama merupakan bagian dari psikologi yang mempelajari masalah-masalah kejiwaan yang ada sangkut pautnya dengan keyakinan beragama, dengan demikian psikologi agama mencakup 2 bidang kajian yang sama sekali berlainan , sehingga ia berbeda dari cabang psikologi lainnya.

Psikologi Agama mempelajari psikis manusia dalam hubungannya dengan manifestasi keagamaannya, yaitu kesadaran agama (religious consciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Kesadaran agama hadir dalam pikiran dan dapat dikaji dengan introspeksi. Pengalaman agama adalah perasaan yang hadir dalam keyakinan sebagai buah dari amal keagamaan semisal melazimkan dzikir. Jadi, obyek studinya dapat berupa: (1) Gejala-gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan; dan (2) Proses hubungan antara psikis manusia dan tingkah laku keagamaannya.

2. Objek Kajian Psikologi Agama

Objek dan lapangan psikologi agama adalah menyangkut gejala- gejala kejiwaan dalam kaitannya dengan realisasi keagamaan (amaliah) dan mekanisme antara keduannya. Dengan kata lain, psikologia agama membahas tentang kesadaran agama (religious counciousness) dan pengalaman agama (religious experience). Dengan demikian, yang menjadi lapangan kajian psikologi agama adalah proses beragama, perasaan dan kesadaran beragama dengan pengaruh dan akibat- akibat yang dirasakan sebagai hasil dari keyakinan. Objek pembahasan psikologi agama adalah gejala- gejala psikis manusia yang berkaitan dengan tingkah laku keagamaan, kemudian mekanisme antara psikis manusia dengan tingkah laku keagamaannya secara timbal balik dan hubungan pengaruh antara satu dengan lainnya (Sholoe, 2008:3).

3. Pandangan Psikologi Tentang Agama Pada Remaja

Dalam peta psikologi remaja terdapat tiga bagian yang berkaitan dengan kondisi pikirannya, yaitu:
a. Fase Pueral
Pada masa ini remaja tidak mau dikatakan anak-anak, tetapi juga tidak bersedia dikatakan dewasa. Pada fase pertama ini merasa tidak tenang.
b. Fase Negatif
Fase kedua ini hanya berlangsung beberapa bulan saja, yang ditandai oleh sikap ragu- ragu, murung, suka melamun dan sebagainya.
c. Fase Pubertas
Masa ini yang dinamakan dengan Masa Adolesen Luella Cole sebagaimana dikutip kembali oleh Jumhanna Bastaman, membagi peta remaja menjadi empat bagian:
1) Preadolescence : 11-13 tahun (perempuan) dan 13-15 tahun (laki- laki)
2) Early Adolescence : 13-15 tahun (perempuan) dan 15-17 tahun (laki- laki)
3) Middle Adolescence : 15-18 tahun (perempuan) dan 17-19 tahun (laki- laki)
4) Late Adolescence : 18-21 tahun (perempuan) dan 19-21 tahun (laki- laki)
Gambaran remaja tentang Tuhan dengan sifat-sifatnya merupakan bagian dari gambarannya terhadap alam dan lingkungannya serta dipengaruhi oleh perasaan dan sifat dari remaja itu sendiri. Keyakinan agama pada remaja merupakan interaksi antara dia dengan lingkungannya. Misalnya, kepercayaan remaja akan kekuasaan tuhan menyebabkannya pelimpahan tanggung jawab atas segala persoalan kepada tuhan, termasuk persoalan masyarakat yang tidak menyenangkan, seperti kekacauan, ketidak adilan, penderitaan, kezaliman, persengkataan, penyelewengan dan sebagainya yang terdapat dalam masyarakat akan menyebabkan mereka kecewa pada tuhan, bahkan kekecewaan tersebut dapat menyebabkan memungkiri kekuasaan tuhan sama sekali (Sholoe, 2008: 4).

Perasaan remaja kepada Tuhan bukanlah tetap dan stabil, akan tetapi adalah perasaan yang yang tergantung pada perubahan- perubahan emosi yang sangat cepat, terutama pada masa remaja pertama. Kebutuhan akan Allah misalnya, kadang- kadang tidak terasa jika jiwa mereka dalam keadaan aman, tentram dan tenang. Sebaliknya, Allah sangat dibutuhkan apabila mereka dalam keadaan gelisah, karena menghadapi musibah atau bahaya yang mengancam ketika ia takut gagal atau merasa berdosa.
Menurut Nico Syukur Dister Ofm, motifasi beragama dibagi menjadi empat motivasi, yaitu (Sholoe, 2008: 4):
a. Motivasi yang didorong oleh rasa keinginan untuk mengatasi frustasi yang ada dalam kehidupan, baik frustasi karena kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan alam, frustasi social, frustasi moral maupun frustasi karena kematian.
b. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk menjaga kesusilaan dan tata tertib masyarakat.
c. Motivasi beragama karena didorong oleh keinginan untuk memuaskan rasa ingin tahu manusia atau intelek ingin tahu manusia.
d. Motivasi beragama karena ingin menjadikan agama sebagai sarana untuk mengatasi ketakutan.
Remaja merupakan fase yang belum stabil dan masih banyak mengalami perkembangan dalam sisi kejiwaan. Terdapat empat sikap remaja dalam beragama, yaitu:
a. Percaya ikut-ikutan
Percaya ikut-ikutan ini biasanya dihasilkan oleh didikan agama secara sederhana yang didapat dari keluarga dan lingkungannya. Namun demikian ini biasanya hanya terjadi pada masa remaja awal (usia 13-16 tahun). Setelah itu biasanya berkembang kepada cara yang lebih kritis dan sadar sesuai dengan perkembangan psikisnya.
b. Percaya dengan kesadaran
Semangat keagamaan dimulai dengan melihat kembali tentang masalah-masalah keagamaan yang mereka miliki sejak kecil. Mereka ingin menjalankan agama sebagai suatu lapangan yang baru untuk membuktikan pribadinya, karena ia tidak mau lagi beragama secara ikut- ikutan saja. Biasanya semangat agama tersebut terjadi pada usia 17 tahun atau 18 tahun. Semangat agama tersebut mempunyai dua bentuk:
1) Dalam bentuk positif
semangat agama yang positif, yaitu berusaha melihat agama dengan pandangan kritis, tidak mau lagi menerima hal- hal yang tidak masuk akal. Mereka ingin memurnikan dan membebaskan agama dari bid‟ah dan khurafat, dari kekakuan dan kekolotan.
2) Dalam bentuk negatif
Semangat keagamaan dalam bentuk kedua ini akan menjadi bentuk kegiatan yang berbentuk khurafi, yaitu kecenderungan remaja untuk mengambil pengaruh dari luar kedalam masalah- masalah keagamaan, seperti bid‟ah, khurafat dan kepercayaan- kepercayaan lainnya.
c. Percaya, tetapi agak ragu-ragu
Keraguan kepercayaan remaja terhadap agamanya dapat dibagi menjadi dua:
1) Keraguan disebabkan kegoncangan jiwa dan terjadinya proses perubahan dalam pribadinya. Hal ini merupakan kewajaran.
2) Keraguan disebabkan adanya kontradiksi atas kenyataan yang dilihatnya dengan apa yang diyakininya, atau dengan pengetahuan yang dimiliki.
3) Tidak percaya atau cenderung ateis. Perkembangan kearah tidak percaya pada tuhan sebenarnya mempunyai akar atau sumber dari masa kecil. Apabila seorang anak merasa tertekan oleh kekuasaan atau kezaliman orang tua, maka ia telah memendam sesuatu tantangan terhadap kekuasaan orang tua, selanjutnya terhadap kekuasaan apa pun, termasuk kekuasaan Tuhan.

Jumat, 17 Mei 2013

Psikologi Doa



Definisi Doa


Kata doa atau dalam bahasa latinnya disebut sebagai prayer merupakan kegiatan yang menggunakan kata-kata, baik secara terbuka bersama-sama atau secara pribadi untuk mengajukan petisi kepada Tuhan menurut pandangan umum. Namun tidak jauh beda dengan apa yang disebutkan oleh para pemuka agama Islam, mereka mendefinisikan doa sebagai permintaan atau permohonan kepada Allah Swt, 

Istilah doa yang artinya permintaan atau permohonan sudah mengisyaratkan adanya dua pihak yang dibawah dan yang diatas. Istilah permintaan atau permohonan dari satu pihak kepihak lain bisa digunakan untuk menyebut hubungan antara dua pihak manusia, tetapi penggunaan kata doa hanya mempunyai satu artu, yaitu permohonan manusia kepada Allah SWT. Dibalik kata doa sudah terkandung pengertian bahwa manusia merasa dirinya kecil dan Allah SWT memiliki sifat Maha kuasa dan Maha Besar. Shalat secara bahasa artinya juga doa. Shalat adalah jenis doa paling lengkap, terdiri dari perkataan dan gerak. Oleh karena itu shalat mohon turun hujan (istisqa), shalat mohon dipenuhi hajat (shalat hajat), shalat mohon dipilihkan yang terbaik (shalat istikharah).

Doa merupakan sebuah kebutuhan rohani untuk jiwa manusia, menggambarkan ketiadaberdayaan seseorang tanpa adanya pertolongan dari sesama makhluk, terlebih dari Tuhannya. Terdapat banyak kelebihan bagi seseorang yang melaksanakannya. Misalkan yang terjadi pada kasus George Muller, yang membangun dan memelihara beberapa rumah panti asuhan yang disediakan untuk para yatim-piatu, ketika dia tidak menemukan makanan unuk diberikan pada anak yatim tersebut, maka dia mengumpulkan para anak-anak itu untuk melakukan doa bersama, dan tiada disangka tidak lama kemudian datang seseorang yang membawakan makanan mereka. Sesuai dengan apa yang difirmankan oleh Allah Swt. “dan berkata Tuhanmu: memohonlah kepada-Ku, maka akan Ku-kabulkan permintaan kalian.” (QS. Ghafir; 60)
Dari keterangan di atas memberikan suatu indikasi yang telah dijelaskan secara eksplisit bahwa doa merupakan sebuah kebutuhan ruhani yang harus dilaksanakan secara kontinyu. Struktur ruhani menurut Dr. H. Abdul Mujib dalam bukunya “Kepribadian dalam Psikologi Islam” mencerminkan tentang kehidupan manusia yang universal dan hakiki. Ia tidak sebatas pada rentang kehidupan saja.

 Klasifikasi Doa
Dalam doa terdapat dua pengklasifikasian mengenai macam-macamnya, yakni doa mental dan doa tuntutan.
1.      Doa mental, yakni jenis doa yang tidak melibatkan segala jenis pengucapan di dalamnya.
2.      Doa tuntutan, yakni jenis doa tertentu dimana di dalamnya terdapat tuntutan yang diajukan.

Dalam melakukan sebuah doa sedikit banyaknya akan memberikan pengaruh terhadap kesadaran bagi orang yang melakukan. Tujuan utama dari doa sebenarnya bersifat obyektif. Namun para ahli psikologi lebih tertarik dengan efek-efek subyektif doa dari pada persoalan mengenai konsekuensi-konsekuensi terhadap kemungkinan-kemungkinan yang dihadapi oleh orang yang berdoa di dunia spiritual.
Dengan adanya berbagai macam doa, mengindikasikan bahwa doa merupakan salah satu kegiatan utama dalam kehidupan umat beragama, doa tuntutan menjadi bagian terpenting dari sebuah kegiatan berdoa. Kepastian yang telah ditentukan oleh Tuhan dapat dipengaruhi oleh tuntutan-tuntutan manusia. Sebagaimana hadits Nabi Saw.: Doa dapat menolak terhadap kepastian (Qadha) Allah. Dalam hadits lain disebutkan: Doa merupakan salah satu tentara dari tentara-tentara Allah yang tercipta untuk menjadi penolong. Ia dapat menolak terhadap kepastian yang telah ditentukan oleh Allah.
Sebuah harapan bagi terpenuhinya doa, baik untuk kepentingan umum atau pribadi, duniawi maupun ukhrawi, merupakan suatu keistimewaan tersendiri. Melakukan sebuah doa harus dibarengi dengan sikap pasrah terhadap Tuhan, tidak bsa bagi kita untuk terus menuntut dan bersikukuh agar harapannya tercapai. Oleh karenanya, bukan hasil dari doa itu saja yang dicari melainkan hilangnya ketegangan yang timbul dari keyakinan bahwa persoalan yang diungkapkan dalam doa tersebut telah diserahkan kepada Tuhan.

Pengaruh Doa

Perhatian ahli psikologi adalah terhadap seperangkat pertanyaan yang berbeda-beda terhadap bagaimana orang-orang berfikir dan bertingkah laku dalam kaitannya dengan berdoa. Penelitian tersebut dapat dialihkan kepada hal-hal yang berkaitan dengan sejauh mana doa itu dilaksanakan dan hasil apakah yang diharapkan oleh orang-orang yang melakukannya.
Dalam kaitannya terhadap doa, terdapat dua hal yang patutnya diperhatikan yakni: kemujaraban kausal dari doa tersebut dan kesesuaiannya dengan kenyataan.
1.      Kemujaraban kausal
Sebuah efek yang diberikan oleh doa terhadap harapan yang selalu dinanti selama berlangsungnya kejadian tersebut merupakan hubungan kausal dari keinginan untuk berdoa.
2.      Kesesuaian atas kenyataan
Berdoa merupakan sebuah aktifitas yang dianjurkan oleh agama. Tercapainya harapan tidaklah muncul murni dari kekuatan kita, melainkan kekuatan Tuhan melalui lantaran dari doa seorang hamba. Kesesuaian atas kenyataan merupakan tujuan utama dari doa. Namun segala keputusan tetap dan harus diserahkan kepada-Nya.

Clinebell (1980) dalam penelitiannya yang berjudul “The Role of Religion in the Prevention and Treatment of Addiction” ("Peran Agama dalam Pencegahan dan Pengobatan Ketergantungan") menyatakan antara lain bahwa setiap orang apakah ia seorang yang beragama atau sekuler sekalipun mempunyai kebutuhan dasar yang sifatnya kerohanian (basic spiritual needs). Setiap orang membutuhkan rasa aman, tenteram, terlindung, bebas dari stres, cemas, depresi dan sejenisnya. Bagi mereka yang beragama (yang menghayati dan mengamalkan), kebutuhan rohani ini dapat diperoleh lewat penghayatan dan pengamalan keimanannya. Namun, bagi mereka yang sekuler jalan yang ditempuh adalah lewat penyalahgunaan NAZA (Narkotika, Alkohol dan Zat Adiktif lainnya), yang pada gilirannya dapat menimbulkan dampak negatif pada diri, keluarga dan masyarakat.

Penelitian yang dilakukan oleh ilmuwan Cancerellaro, Larson dan Wilson (1982) terhadap pasien-pasien NAZA (Narkotika, Alkohol & Zat Adiktif) dan gangguan jiwa Skizofrenia, menyatakan bahwa komitmen agamanya tidak ada atau kurang. Dalam penelitian tersebut diperoleh data bahwa terapi medik-psikiatrik yang diberikan tidak memperoleh hasil yang optimal bila tanpa disertai dengan terapi keagamaan (terapi psikoreligius), yaitu dengan doa.

Pentingnya agama dalam kesehatan dapat dilihat dari batasan Organisasi Kesehatan se-Dunia (WHO, 1984) yang menyatakan bahwa “aspek agama (spiritual) merupakan salah satu unsur dari pengertian kesehatan seutuhnya”. Bila sebelumnya pada tahun 1947 WHO memberikan batasan sehat hanya dari 3 aspek saja, yaitu sehat dalam arti fisik (organobiologik), sehat dalam arti mental (psikologik/psikiatrik) dan sehat dalam arti social; maka sejak 1984 batasan tersebut sudah ditambah dengan aspek agama (spiritual),  oleh American Psychiatric Association dikenal dengan rumusan “bio-psycho-socio-spiritual” (APA, 1992).
Bila dikaji secara mendalam, maka sesungguhnya dalam agama (Islam) banyak ayat maupun hadis yang memberikan tuntunan agar manusia sehat seutuhnya, baik dari segi fisik, kejiwaan, sosial maupun kerohanian. Sebagai contoh misalnya :
وَلَوْ جَعَلْنَاهُ قُرْآنًا أَعْجَمِيًّا لَّقَالُوا لَوْلَا فُصِّلَتْ آيَاتُهُ أَأَعْجَمِيٌّ وَعَرَبِيٌّ قُلْ هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاء وَالَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ فِي آذَانِهِمْ وَقْرٌ وَهُوَ عَلَيْهِمْ عَمًى أُوْلَئِكَ يُنَادَوْنَ مِن مَّكَانٍ بَعِيدٍ
“Dan jikalau Kami jadikan Al Qur’an itu suatu bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab tentulah mereka mengatakan: “Mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?”. Apakah (patut Al Qur’an) dalam bahasa asing, sedang (rasul adalah orang) Arab? Katakanlah: “Al Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al Qur’an itu suatu kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh”. (QS, Surah :fussilat, Ayat :44)
 “Setiap penyakit ada obatnya. Jika obat itu tepat mengenai sasarannya, maka dengan izin Allah penyakit itu akan sembuh” (H.R. Muslim dan Ahmad).
Dalam agama (Islam) bagi mereka yang sakit dianjurkan untuk berobat kepada ahlinya (memperoleh terapi medis) disertai dengan berdoa dan berdzikir. Bagi pemeluk agama (Islam) doa dan dzikir merupakan salah satu bentuk komitmen keagamaan/ keimanan seseorang. Doa adalah permohonan yang dimunajatkan ke hadlirat Allah swt, Tuhan Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih, Maha Penyayang dan Maha Pengampun. Dzikir adalah mengingat Allah swt dengan segala sifat-sifat-Nya. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan “Doa dan Dzikir” adalah suatu amalan dalam bentuk kata-kata yang diucapkan secara lisan ataupun dalam hati yang berisikan permohonan kepada Allah swt dengan selalu mengingat nama-Nya dan sifat-Nya. Pengertian “Dzikir” tidak terbatas pada bacaan dzikirnya itu sendiri (dalam arti sempit), melainkan meliputi segala bacaan, sholat ataupun perilaku kebaikan lainnya sebagaimana yang diperintahkan dalam agama.
Dipandang dari sudut kesehatan jiwa, doa dan dzikir mengandung unsur psikoterapeutik yang mendalam. Terapi psikoreligius tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan psikoterapi psikiatrik, karena ia mengandung kekuatan spiritual atau kerohanian yang membangkitkan rasa percaya diri dan rasa optimisme. Dua hal ini, yaitu rasa percaya diri (self confident) dan optimisme merupakan dua hal yang amat esensial bagi penyembuhan suatu penyakit disamping obat-obatan dan tindakan medis lainnya.

    Waktu-Waktu Do’a Mustajab

Allah memberikan masing-masing waktu dengan keutamaan dan kemuliaan yang berdeda-beda, diantaranya ada waktu-waktu tertentu yang sangat baik untuk berdoa, akan tetapi kebanyakan orang menyia-nyiakan kesempa- tan baik tersebut. Mereka mengira bahwa seluruh waktu memiliki nilai yang sama dan tidak berbeda. Bagi setiap muslim seharusnya memanfaatkan waktu-waktu yang utama dan mulia untuk berdoa agar mendapat kan kesuk-sesan, keberuntungan, kemenangan dan keselamatan. Adapun waktu-waktu mustajabah tersebut antara lain :

1.      Sepertiga Akhir Malam
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya Rabb kami yang Maha Berkah lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia hingga tersisa sepertiga akhir malam, lalu berfirman ; barangsiapa yang berdoa, maka Aku akan kabulkan, barang siapa yang memohon, pasti Aku akan perkenankan dan barangsiapa yang meminta ampun, pasti Aku akan meng-ampuninya”[Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat bab Doa Nisfullail 7/149-150]
2.      Tatkala Berbuka Puasa Bagi Orang Yang Berpuasa
Dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash Radhiyallahu ‘anhu bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ”Sesungguhnya bagi orang yang berpuasa pafa saat berbuka ada doa yang tidak ditolak”. [Sunan Ibnu Majah, bab Fis Siyam La Turaddu Da'watuhu 1/321 No. 1775 Hakim dalam kitab Mustadrak 1/422. Dishahihkan sanadnya oleh Bushairi dalam Misbahuz Zujaj 2/17].
3.      Setiap Selepas Shalat Fardhu
Dari Abu Umamah, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang doa yang paling didengar oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, beliau menjawab : “Di pertengahan malam yang akhir dan setiap selesai shalat fardhu”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'awaat 13/30. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi 3/167-168 No. 2782].
4.      Pada Saat Perang Berkecamuk
Dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Ada dua doa yang tidak tertolak atau jarang tertolak ; doa pada saat adzan dan doa tatkala perang berke-camuk”. [Sunan Abu Daud, kitab Jihad 3/21 No. 2540. Sunan Baihaqi, bab Shalat Istisqa' 3/360. Hakim dalam Mustadrak 1/189. Dishahihkan Imam Nawawi dalam Al-Adzkaar hal. 341. Dan Al-Albani dalam Ta'liq Alal Misykat 1/212 No. 672].
5.      Sesaat Pada Hari Jum’at
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Abul Qasim Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya pada hari Jum’at ada satu saat yang tidak bertepatan seorang hamba muslim shalat dan memohon sesuatu kebaikan kepada Allah melainkan akan diberikan padanya, beliau berisyarat dengan tangannya akan sedikitnya waktu tersebut”. [Shahih Al-Bukhari, kitab Da'awaat 7/166. Shahih Muslim, kitab Jumuh 3/5-6]
Menurut Ibnu Hajar dalam Fathul Bari 11/203. Dan kemungkinan besar waktu tersebut berada pada saat imam atau khatib naik mimbar hingga selesai shalat Jum’at atau hingga selesai waktu shalat ashar bagi orang yang menunggu shalat maghrib.
6.      Pada Waktu Bangun Tidur Pada Malam Hari Bagi Orang Yang Sebelum Tidur Dalam Keadaan Suci dan Berdzikir Kepada Allah
Dari ‘Amr bin ‘Anbasah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Tidaklah seorang hamba tidur dalam keadaan suci lalu terbangun pada malam hari kemudian memohon se-suatu tentang urusan dunia atau akhirat melainkan Allah akan mengabulkannya”.[Sunan Ibnu Majah, bab Doa 2/352 No. 3924. Dishahihkan oleh Al-Mundziri 1/371 No. 595]
Terbangun tanpa sengaja pada malam hari.[An-Nihayah fi Gharibil Hadits 1/190] Yang dimaksud dengan ta’ara minal lail terbangun dari tidur pada malam hari.
7.      Doa Diantara Adzan dan Iqamah
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Doa tidak akan ditolak antara adzan dan iqamah”. [Sunan Abu Daud, kitab Shalat 1/144 No. 521. Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/87. Sunan Al-Baihaqi, kitab Shalat 1/410. Dishahihkan oleh Al-Albani, kitab Tamamul Minnah hal. 139]
8.      Doa Pada Waktu Sujud Dalam Shalat
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Adapun pada waktu sujud, maka bersungguh-sungguhlah berdoa sebab saat itu sangat tepat untuk dikabul kan. [Shahih Muslim, kitab Shalat bab Nahi An Qiratul Qur'an fi Ruku' wa Sujud 2/48].
9.      Pada Saat Sedang Kehujanan
Dari Sahl bin a’ad Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Dua doa yang tidak pernah ditolak ; doa pada waktu adzan dan doa pada waktu kehujanan”.[Mustadrak Hakim dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi 2/113-114. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahihul Jami' No. 3078].  

10.  Pada Saat Ajal Tiba
Dari Ummu Salamah bahwa Rasulullah mendatangi rumah Abu Salamah (pada hari wafatnya), dan beliau mendapatkan kedua mata Abu Salamah terbuka lalu beliau memejamkannya kemudian bersabda.
“Sesungguhnya tatkala ruh dicabut”, maka pandangan mata akan mengikutinya’. Semua keluarga histeris. Beliau bersabda : ‘’Janganlah kalian berdoa untuk diri kalian kecuali kebaikan, sebab para malaikat meng- amin-i apa yang kamu ucapkan”. [Shahih Muslim, kitab Janaiz 3/38]
11.  Pada Malam Lailatul Qadar
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu penuh kesejahteraan sampai terbit fajar. [Al-Qadr : 3-5]
Imam As-Syaukani berkata bahwa kemuliaan Lailatul Qadar mengharuskan doa setiap orang pasti dikabulkan. [Tuhfatud Dzakirin hal. 56]

12.  Doa Pada Hari Arafah
Dari ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu ‘anhu dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.”Sebaik-baik doa adalah pada hari Arafah”. [Sunan At-Tirmidzi, bab Jamiud Da'waat 13/83. Dihasankan oleh Al-Albani dalam Ta'liq alal Misykat 2/797 No. 2598]



Tujuan Berdo’a
- Memohon hidup selalu dalam bimbingan Allah SWT
- Agar selamat dunia akhirat
- Untuk mengungkapkan rasa syukur kepada Allah SWT
- Meminta perlindungan Allah SWT dari Setan yang terkutuk

Adab atau Tata cara Berdoa / berdo’a
- Menghadap ke Kiblat / Ka’bah
- Sebelum berdoa membaca basmalah, istighfar dan hamdalah. Kemudian diikuti salawat nabi Muhammad SAW, keluarga dan para sahabatnya.
- Mengangkat kedua telapak tangan sebelum berdoa dan mengusap muka dengan telapak tangan  setelah doa.
- Melembutkan suara dan tenang saat berdoa
- khusyuk, ikhlas dan serius
- Berharap agar doanya diterima Allah SWT
- Berdoa berulang-ulang di lain waktu untuk menunjukkan keseriusan kita agar dikabulkan oleh Allah SWT
- Setelah berdoa ditutup dengan salawat nabi dan pujian pada Allah SWT.

Kamis, 09 Mei 2013

Hak Asasi Manusia {HAM}



1.Sejarah Hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata – mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban. Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia, yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia , harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
2. Pengertian HAM
Menurut UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.
Kebebasan dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara. Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara, apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.
Berdasarkan penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia.

Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai Hak Asasi Manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.  Pengakuan, jaminan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia tersebut diatur dalam beberapa peraturan perundangan berikut:

A.    Pancasila

a). Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b). Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesamam manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, suku dan bangsa.
c). Mengemban sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap tenggang rasa, dan sikap tidaksewenang-wenang terhadap orang lain.
d). Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu berusaha menolong sesama.
e). Mengemban sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
f). Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.

B.     Dalam Pembukaan UUD 1945

Menyatakan bahwa “ kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa, dan oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”. Ini adalah suatu pernyataan universal karena semua bangsa ingin merdeka. Bahkan, didalm bangsa yang merdeka, juga ada rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh penguasa, kelompok atau manusia lainnya.

C.     Dalam Batang Tubuh UUD 1945

a)Persamaan kedudukan warga Negara dalam hokum dan pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
c) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28)
d) Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28)
e) Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2)
f) hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1)
g) BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia

D.    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

a). Bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbale balik.
b). Dalm menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orangbwajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.

E.     Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta member I perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.

F.     Hukum Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara RI

a) Undang- undang republic Indonesia No 5 Tahun 1998 tentang pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan martabat orang lain.
b) Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
c) Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 (Declaration Universal of Human Rights).

4. Macam-Macam Hak Asasi Manusia

a) Hak asasi pribadi / personal Right

• Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
• Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
• Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
• Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing

b) Hak asasi politik / Political Right

• Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
• Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
• Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
• Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi

c) Hak azasi hukum / Legal Equality Right

• Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
• Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
• Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
d) Hak azasi Ekonomi / Property Rigths

• Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
• Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
• Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
• Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
• Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak

e) Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights

• Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
• Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.

f) Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right

• Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
• Hak mendapatkan pengajaran
• Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.



DEFINISI HAM (HAK ASASI MANUSIA) menurut para ahli.

1. John Locke.

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).

2.  Jack Donnely,

Hak asasi manusia adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.

3. Meriam Budiardjo,

Berpendapat bahwa hak asasi manusia adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional di bidang HAM.

Sementara dalam ketentuan menimbang huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas oleh siapapun.

Mengenai perkembangan pemikiran hak asasi manusia, Ahli hukum Perancis, Karel Vasak mengemukakan perjalanan hak asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi manusia atas tiga generasi yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis, yaitu : Generasi Pertama; Hak Sipil dan Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak Solidaritas (Fraternite). Tiga generasi ini perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling berkaitan dan saling melengkapi. Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.
Ketiga generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.       Hak asasi manusia generasi pertama,
yang mencakup soal prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan sipil dan politik. Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, hak kebebasan bergerak, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang berlaku surut dsb. Hak-hak generasi pertama ini sering pula disebut sebagai “hak-hak negatif” karena negara tidak boleh berperan aktif (positif) terhadapnya, karena akan
2.       Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi manusia Generasi Kedua,konsepsi hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan, hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua ini tercapai dengan ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic, Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas tanah, hak atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan hak-hak generasi kedua ini negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak generasi kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.
3.       Hak-hak generasi ketiga, diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas”” atau “hak bersama”. Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut :
-    Hak atas pembangunan.
-    Hak atas perdamaian.
-    Hak atas sumber daya alam sendiri.
-    Hak atas lingkungan hidup yang baik.
-    Hak atas warisan budaya sendiri.


DEFENISI HAM YANG SEJATI

Hak asasi manusia merupakan salah satu frase yang paling sering diucapkan dalam enam dekade ini. Sayangnya, sering kali istilah tersebut tidak digunakan dalam konteks yang tepat, sehingga malah mengaburkan makna sejatinya. Berikut ini sebuah ilustrasi ekstrim yang mestinya bisa menggambarkan apa sesungguhnya hak asasi manusia itu.
Seandainya anda menampar pipi saya, sebenarnya anda tidaklah melanggar hak asasi saya. Tapi,
pemerintah negara ini wajib memiliki aturan yang melarang anda menampar pipi saya, serta siap menghukum anda jika sampai menampar pipi saya. Jika pemerintah tidak memiliki aturan tersebut, atau tidak berupaya menegakkannya, maka pemerintahlah yang melanggar hak asasi saya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa obyek hukum dari hak asasi manusia adalah pemerintahan negara. Kenapa? Jawabannya ada pada sistem Westphalia.
Perjanjian Westphalia tahun 1648 mengukuhkan kedaulatan bagi setiap negara bangsa. Dalam sistem ini, pemerintahan negara punya wewenang tertinggi untuk membuat dan menjalankan segala regulasi yang mengikat semua warga di wilayahnya. Jadi, tidak ada instrumen eksternal apapun yang bisa mengatur pemerintahan negara.
Dalam perkembangannya, hal ini menimbulkan berbagai problem. Pemerintahan negara merasa berhak memperlakukan warganya dengan cara apapun, tanpa halangan dari negara lain. Akibatnya, sering terjadi beragam represi oleh pemerintahan negara terhadap warganya sendiri.
Represi semacam ini ternyata memiliki implikasi eksternal. Warga di negara lain—terutama negara tetangganya atau negara yang punya kesamaan identitas primordial—bisa saja merasa simpati terhadap korbannya, sehingga mendorong pemerintahnya sendiri untuk melakukan suatu terhadap pemerintah negara represif tersebut, hingga termasuk menyatakan perang. Apa yang tadinya dianggap sebagai urusan domestik pun menjadi isu internasional.
Hal seperti ini banyak terjadi dalam tiga abad setelah Perjanjian Westphalia. Yang paling parah adalah dalam Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Seusai Perang Dunia I, masyarakat internasional telah mencoba merumuskan hukum yang mengikat pemerintahan negara mengenai perlakuan terhadap warganya. Dari situ, lahirlah League of Nations.
Tapi, liga ini tidak bertahan lama dan pecahlah Perang Dunia II. Ketika perang ini berakhir, masyarakat internasional mengevaluasi kelemahan konsep terdahulu, lalu menata kembali perdamaian dunia melalui United Nations. Kali ini, mereka juga mengeluarkan suatu standar internasional yang kita kenal sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948.
Jadi, hak asasi manusia adalah suatu perangkat hukum supranasional untuk memaksa setiap pemerintahan negara untuk menghormati hak-hak paling mendasar bagi manusia yang menjadi warganya. Konsep ini selanjutnya mengatur bagaimana pemerintah membuat dan melaksanakan aturan mengenai perlakuan terhadap warganya.
Jika kembali kepada ilustrasi di atas, konsep hak asasi manusia melindungi saya, dengan cara “memaksa” pemerintah untuk melindungi saya. Yang bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia hanyalah pemerintah beserta aparatnya. Penamparan pipi oleh anda terhadap saya adalah pelanggaran hukum biasa, yang cukup ditangani oleh hukum kriminal. Seandainya anda merupakan aparat pemerintah dan menampar saya sebagai suatu “kebijakan negara” (bukan pelanggaran disiplin), anda bisa juga dianggap melakukan pelanggaran hak asasi manusia dan harus berhadapan dengan perangkat hukum hak asasi manusia.
Tapi, pelaksanaan konsep hak asasi manusia tidak berjalan mulus. Hambatan berasal dari dua pihak, yaitu pihak yang tidak setuju dengan konsep hak asasi manusia dan pihak yang belum benar-benar memahaminya. Pihak pertama terutama berideologi fasis, komunis, dan theokratis.
Bagi mereka, konsep hak asasi manusia adalah penghalang hegemoni yang sedang mereka pegang (atau mereka incar). Jika rakyat mendapat hak-hak tersebut, kekuasaan mereka akan berkurang. Karena itu, mereka mengusahakan agar rakyat tidak mengenal hak asasi manusia, atau memiliki pandangan negatif terhadapnya.
Yang paling sering diutarakan adalah bahwa hak asasi manusia merupakan “konspirasi asing untuk menghancurkan negara”. Apapun yang mereka lakukan terhadap rakyat adalah cara terbaik bagi negara tersebut, dan pembatasan kekuasaan pemerintah dalam konsep hak asasi manusia justru merupakan ancaman bagi negara. Karena itu, para aktivis hak asasi manusia dianggap subversif dan ditindas.
Agar propaganda anti-hak asasi manusia ini bisa diterima oleh rakyatnya, mereka bisa menggunakan dalih budaya atau agama. Sering sekali dikatakan bahwa hak asasi manusia bertentangan dengan nilai-nilai budaya atau agama, sehingga tidak layak dianut. Untuk menghadapi stigma semacam ini, mantan Sekretaris Jenderal United Nations Kofi Annan dalam pidato peringatan 50 tahun deklarasi universal pada tanggal 10 Desember 1997 menyatakan bahwa:

“Hak asasi manusia adalah ekspresi dari tradisi toleran yang bisa ditemui di semua kebudayaan, dan merupakan dasar bagi perdamaian dan kemajuan. Bila dipahami dengan benar dan adil, hak asasi manusia bukan hal yang asing bagi setiap kebudayaan dan telah ada di semua bangsa di dunia.”

Ketika masyarakat dunia semakin menerima konsep hak asasi manusia, pihak penentangnya kemudian mengambil strategi baru, yaitu merancukan definisinya. Konsep hak asasi manusia sengaja dijadikan tidak jelas dan tumpang-tindih dengan konsep hukum lain.
Segala sesuatu kemudian dikaitkan dengan hak asasi manusia secara tidak proporsional. Jika ada keributan umum dan ada warga yang menyerang aparat negara, dikatakan bahwa warga tadi melanggar hak asasi si aparat negara. Bahkan, jika ada warga yang kecopetan, si pencopet dibilang melanggar hak asasi manusia. Padahal, pemerintahlah yang sebenarnya melanggar hak asasi manusia seandainya tidak berusaha menindak si pencopet.
Dari sini bisa dilihat bahwa asosiasi antara konsep hak asasi manusia dengan pemerintah hendak dihilangkan. Pelanggaran hak asasi manusia dan pelanggaran hukum kriminal jadi campur-aduk. Akibatnya, pelanggaran hak asasi manusia yang sebenarnya tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia. Dan pemerintah tidak lagi dianggap terikat oleh konsep hak asasi manusia.
Inilah yang saya sebutkan di awal artikel ini.
Kerancuan konsep hak asasi manusia juga disebabkan oleh penggunaan hak asasi manusia sebagai dalih untuk melanggar hak asasi manusia. Hal ini sering dipraktikkan oleh Amerika Serikat, yang secara sepihak mengklaim diri sebagai kampiun penegakan hak asasi manusia.
Selama era Perang Dingin, Amerika menghadapi Blok Komunis yang terang-terangan menentang konsep hak asasi manusia. Nah, dalam memerangi kaum komunis tersebut, Amerika menghalalkan segala cara. Misalnya, bekerja sama dengan tokoh-tokoh anti-komunis yang sebenarnya juga tidak sepakat dengan hak asasi manusia. Contohnya adalah Augusto Pinochet di Chili, Ferdinand Marcos di Filipina, dan Soeharto di negara kita sendiri. Komunis memang tidak berkuasa di negara-negara tersebut, tapi pelanggaran hak asasi manusia juga tetap terjadi, karena mereka hanya berorientasi pada kekuasaan.
Setelah peristiwa 9/11, rejim George W Bush kembali melakukan kesalahan yang sama, jika tidak bisa dibilang lebih parah. Para tawanan perang di Afghanistan dan Irak mendapat perlakuan sangat buruk, yang paling terkenal di penjara Abu Ghraib dan kamp Guantanamo. Segala kekejian tersebut segera dieksploitasi oleh para penentang konsep hak asasi manusia.
Hak asasi manusia itu hipokrit,” demikian propaganda mereka. Ucapan Bush Jr yang sering menggunakan jargon hak asasi manusia hanya membuat stigma tersebut semakin buruk dan melekat. Hak asasi manusia—sebagaimana konsep kemasyarakatan apapun—memang bisa dimanipulasi oleh pihak-pihak yang sebenarnya bertentangan dengan konsep tersebut. Hal inilah yang perlu dinetralisir oleh para pengusung konsep hak asasi manusia yang sejati.
Sebelum citra konsep hak asasi manusia semakin buruk dan tidak bisa efektif lagi, para pelanggar “dari kubu sendiri” seperti ini perlu disikapi secara tegas. Prancis dan Jerman, misalnya, telah dengan sigap menjaga jarak dengan rejim Bush Jr dalam kasus invasi ke Iraq. Bahkan, mereka kini sibuk mengajukan tuntutan kepada CIA yang telah melanggar kedaulatan ketika mendaratkan pesawat terbang berisi tawanan terorisme tanpa izin di bandara-bandara Eropa.
Dalam masyarakat internasional yang bertumpu pada sistem Westphalia ini, aksi pengucilan bisa menjadi senjata ampuh untuk menghukum para “trouble maker“. Negara-negara berstatus superpower pun tidak akan kebal terhadap aksi ini, karena bagaimanapun juga ekonomi mereka—yang menyokong kekuatan mereka—tetap tergantung kepada masyarakat internasional. Selanjutnya, tinggal menunggu tekanan internasional ini menghasilkan tekanan domestik yang memaksa pemerintah memperbaiki kebijakannya (atau rejimnya diganti).
Hal ini sudah terbukti ampuh di Amerika dalam pemilihan presiden lalu. Rakyat Amerika gerah juga bahwa Bush Jr beserta rejim hawkish-nya menyeret citra negara ke titik nadir, di mana Amerika kehilangan legitimasinya untuk menyuarakan hak asasi manusia. Belum lagi ditambah kesulitan ekonomi, gara-gara keuangan negara dihabiskan untuk membiayai perang sendirian yang tidak didukung oleh masyarakat internasional. Maka, bisa kita melihat bagaimana para pengikut Bush Jr dari Partai Republik gagal mendudukkan para calon barunya di Gedung Putih.
Kembali ke hak asasi manusia, yang tak kalah pentingnya adalah penyebarluasan konsep dalam makna yang sejati ini ke seluruh manusia di dunia melalui proses edukasi yang sistematis. Manusia yang telah menyadari hak asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut, sekaligus menghormati hak asasi manusia