Rabu, 31 Mei 2017

Wanita Idaman Pria

Setiap Wanita adalah jodoh bagi setiap Pria, begitu juga sebaliknya. Allah SWT telah menciptakan umat manusia secara berpasang-pasangan. Namun ada beberapa hal yang perlu Wanita dan Pria ketahui tentang jodoh idamannya tersebut.

"Dan diantara tanda-tanda(kebesaran)-Nya ilah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri,agar kamu cenderung dan berasa temteram kepadanya.Dan menjadikan diantaramu rasa kasih dan sayang". (QS anRuum:21)

Ciri-ciri wanita yang solehah diantaranya taat kepada Allah. Berbuat baik kepada orang tua. Sentiasa taat dan berkhidmat kepada suami dengan sepenuh hati. Menutup dan menjaga aurat. Tidak berhias apabila keluar rumah. Tidak keluar sendirian atau bersama Pria, kecuali bersama mahramnya. Berbuat baik dengan tetangga. Suka mempunyai anak yang ramai dan berusaha untuk mendidik mereka dengan sebaik-baiknya.

Hadist tentang wirid berjamaah..

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ أَنَّهُمَا شَهِدَا عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: لَا يَقْعُدُ قَوْمٌ يَذْكُرُونَ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ إِلَّا حَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَنَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ (رواه مسلم

“Dari Abi Hurairah ra dan Abi Said al-Khudri ra bahwa keduanya telah menyaksikan Nabi saw beliau bersabda: ‘Tidaklah berkumpul suatu kaum sambil berdzikir kepada Allah ‘azza wa jalla kecuali para malaikat mengelilingi mereka, rahmat menyelimuti mereka, dan ketenangan hati turun kepada mereka, dan Allah menyebut (memuji) mereka di hadapan makhluk yang ada di sisi-Nya” (H.R. Muslim)

Di sisi lain memang beberapa hadits shahih yang tampak memiliki maksud berbeda. Di satu sisi terdapat hadits yang menunjukkan bahwa membaca dzikir dengan suara keras setelah sahalat fardlu sudah dilakukan para sahabat pada masa Nabi saw. Hal ini sebagaiman dikemukakan oleh Ibnu Abbas ra:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ : أَنَّ رَفْعَ الصَّوْتِ بِالذِّكْرِ حِينَ يَنْصَرِفُ النَّاسُ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ، كَانَ عَلَى عَهْدِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه البخاري ومسلم

“Dari Ibnu Abbas ra ia berkata: ‘Bahwa mengerasakan suara dalam berdzikir ketika orang-orang selesai shalat maktubah itu sudah ada pada masa Nabi saw” (H.R. Bukhari-Muslim)

Namun terdapat juga hadits lain yang berkebalikan, yang menunjukkan adanya anjuran untuk memelankan suara ketika berdzikir, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari:

ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ، فَإِنَّكُمْ لاَ تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلاَ غَائِبًا، وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا (رواه البخاري

“Ringankanlan atas diri kalian (jangan mengerasakan suara secara berlebihan) karena susunggunya kalian tidak berdoa kepada Dzat yang tidak mendengar dan tidak kepada yang ghaib, akan tetapi kalian berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat” (H.R. Bukhari)

Dari kedua hadits tersebut dapat dipahami bahwa mengeraskan suara dalam berdzikir dan memelannkannya sama-sama memiliki landasan yang shahih. Maka dalam konteks ini Imam an-Nawawi berusaha untuk menjembatani keduanya dengan cara memberikan anjuran kepada orang yang berdzikir untuk menyesuakan dengan situasi dan kondisi. Berikut ini adalah penjelasan Imam an-Nawawi yang dikemukan oleh penulis kitab Ruh al-Bayan.

وَقَدْ جَمَعَ النَّوَوِيُّ بَيْنَ الْأَحَادِيثِ الوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الجَهْرِ بِالذِّكْرِ وَالوَارِدَةِ فِى اسْتِحَبَابِ الإِسْرَارِ بِهِ بِأَنَّ الْإِخْفَاءَ أَفْضَلُ حَيْثُ خَافَ الرِّيَاءَ أَوْ تَأَذَّى المُصَلُّونَ أَوْ النَّائِمُونَ وَالْجَهْرُ أَفْضَلُ فِى غَيْرِ ذَلِكَ لِأَنَّ الْعَمَلَ فِيهِ أَكْثَرُ وَلِأَنَ فَائِدَتَهُ تَتَعَدَّى إِلَى السَّامِعِينَ وَلِأَنَّهُ يُوقِظُ قَلْبَ الذَّاكِرِ وَيَجْمَعُ هَمَّهُ إِلَى الفِكْرِ وَيَصْرِفُ سَمْعَهُ إِلَيْهِ وَيَطْرِدُ النَّوْمَ وَيَزِيدَ فِى النَّشَاطِ (أبو الفداء إسماعيل حقي، روح البيان، بيروت-دار الفكر، ج، 3، ص. 306

“Imam an-Nawawi memadukan antara hadits-hadits yang menganjurkan (mustahab) mengeraskan suara dalam berdzikir dan hadits-hadits yang menganjurkan memelankan suara dalam berdzikir; bahwa memelankan suara dalam berdzikir itu lebih utama sekiranya dapat menutupi riya dan mengganggu orang yang shalat atau orang yang sedang tidur. Sedangkan mengeraskan suara dalam berdzikir itu lebih utama pada selain dua kondisi tersebut karena: pebuatan yang dilakukan lebih banyak, faidah dari berdzikir dengan suara keras itu bisa memberikan pengaruh yang mendalam kepada pendengarnya, bisa mengingatkan hati orang yang berdzikir, memusatkan perhatiannya untuk melakukan perenungan terhadap dzikir tersebut, mengarahkan pendenganrannya kepada dzikir terebut, menghilankan kantuk dan menambah semangatnya”. (Abu al-Fida` Ismail Haqqi, Ruh al-Bayan, Bairut-Dar al-Fikr, juz, 3, h. 306)

Sedang mengenai doa bersama, yang dimaksudkan dalam konteks ini adalah setelah imam selesai shalat bersama-sama dengan makmum melakukan dzikir
kemudian imam melakukan doa yang diamini oleh makmunya. Hal ini jelas diperbolehkan, dan di antara dalil yang memperbolehkannya adalah hadits berikut ini:

عَنْ حَبِيْبِ بْنِ مَسْلَمَةَ الْفِهْرِيِّ وَكَانَ مُجَابَ الدَّعْوَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم يَقُوْلُ: لاَ يَجْتَمِعُ قَوْمٌ مُسْلِمُوْنَ فَيَدْعُوْ بَعْضُهُمْ وَيُؤَمِّنُ بَعْضُهُمْ إِلاَّ اسْتَجَابَ اللهُ دُعَاءَهُمْ. رواه الطبراني

“Dari Habib bin Maslamah al-Fihri ra –ia adalah seorang yang dikabulkan doanya-, berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Tidaklah berkumpul suatu kaum muslim yang sebagian mereka berdoa, dan sebagian lainnya mengamininya, kecuali Allah mengabulkan doa mereka.” (HR. al-Thabarani)

Pemuda Islam Indonesia

Pemuda Islam Harus Lebih Pancasila

Pemuda Islam harus lebih Pancasilais karena semangat pemuda Islam itu menjadikan rahmat bagi seluruh alam. Bukan menjadi ruang pembeda dan menjadikan perbedaan sebagai ruang untuk saling membenci.

Janganlah meneriakkan takbir " Allahu Akbar "  kata suci untuk menumpahkan darah saudara sebangsanya karena berbeda agama, atau untuk meneriakkan perubahan Azaz negara Pancasila menjadi khilafah. Tapi mari teriakkan Takbir " Allahu Akbar " sebagai semangat membangun bangsa, memperjuangkan Pancasila sebagai konsensus bernegara seperti yang dilakukan para pejuang terdahulu, para santri yang sahid demi negara.

Tidak sahid kalau mati bom bunuh diri dan membuat teror, tidak sahid kalau mau menumpahkan darah untuk merubah asas bangsa Indonesia. Yang sahid dan Jihad masa kini adalah menjaga persatuan dan kesatuan sesama anak bangsa, mengisi kemerdekaan bangsa dengan prestasi membanggakan, mengawal hukum berjalan dengan baik, membantu negara dalam memperkecil kesenjangan ekonomi sosial. Itulah Tugas pemuda Islam.

Tentunya sebagai anak muda Islam kita harus yakin bahwa Pemuda Islam itu lebih Pancasilais, kalau ada pemuda Islam yang teriak Khilafah mereka hanya sedang lupa kalau mereka bisa teriak itu hanya di negara demokrasi Pancasila. Mari jaga semangat kebangsaan kita, jaga semangat ke islaman rahmatan lil Alamin kita, Jaga Pancasila kita.

#AkuIndonesia
#AkuPancasila

Senin, 15 Mei 2017

BANSER NU The LAST Samurai Indonesia


*BANSER NU The LAST Samurai Indonesia*

Malam ini ku habiskan tegukan terakhir kopiku dengan senyum kecut, di salah satu group WA yang ku ikuti ada yang mengirimkan video Banser sedang berjoget dangdut Pantura. Aku tahu video itu di bagikan dengan niatan mengolok Banser, saat ini keberanian Banser memang sedang jadi sorotan. Sebagai orang yang pernah hidup di tengah komunitas Nahdhatul Ulama aku tahu betul seperti apa kehidupan Banser. Mereka kebanyakan adalah orang lugu, petani desa yang tidak begitu paham politik namun mempunyai kecintaan berlebih untuk bangsa dan Agamanya.

Aku ingat betul ada seorang kawan, aku memanggilnya kang Nen. Ia buruh bangunan tamatan MTS di pondok Pesantren Pringsewu, jangan ajak ia bicara tentang politik, siapa nama menteri Pendidikan saja ia tidak tahu. Namun untuk urusan ketaatan pada Kyai, kang Nen adalah juaranya. Kemanapun Kyai pergi ia selalu ikut, bahkan membawakan sandal Kyai. Sekitar tahun 1998 saat geger kasus Ninja, kang Nen di perintah Kyai nya untuk ikut pendadaran (diklat dasar) Banser. Untuk bisa membeli seragam Banser dan ikut pendadaran ia harus merelakan sepeda onthelnya di jual. Setelah itu hampir tiap malam Kang Nen berkeliling berjaga dari pondok pesantren ke pondok pesantren. Jangan tanya ia di bayar berapa, untuk beli rokokpun kang Nen beli eceran, itupun hutang.

Sekitar tahun 2001 saat Gusdur hendak di lengserkan lewat kudeta politik, Kang Nen adalah salah satu dari ratusan ribu orang yang berangkat ke Jakarta mendukung Gusdur, di luar ratusan ribu lainnya yang menunggu komando di Jawa timur. Ia berangkat dari rumah hanya berbekal tongkat rotan, berkumpul di seputaran Jagakarsa. Mereka menunggu instruksi untuk bergerak dengan menggelar istigosah dan tahlil. Mereka marah karena Kyai mereka di dzalimi secara politik, namun kemarahan mereka di salurkan lewat dzikir. Tidak ada pawai penuh amarah atau pengrusakan fasilitas umum. Mereka menunggu komando Kyai, toh harus berperang mereka siap. Tapi mereka tidak melakukannya. Saat itu negara berada dalam situasi darurat tentarapun sudah siaga.   

Pada Kamis (23/1/2014) dalam diskusi Pemikiran Gus Dur – Demokrasi dan Pluralisme di kantor PBNU Mahfud MD menceritakan detik-detik menegangkan ini. Ia mengisahkan saat Gusdur menjelang di lengserkan, ada beberapa orang yang melobi Gusdur agar menerbitkan dekrit agar Indonesia menjadi negara Islam. Namun dengan tegas Gus Dur menolaknya. Dia lebih baik jatuh daripada harus melawan Pancasila.

“Saat itu politik sedang panas, ada tujuh orang yang menyarankan Gus Dur untuk mengeluarkan dekrit merubah Indonesia menjadi negara Islam, Gus Dur lebih baik turun daripada harus melawan Pancasila” ujar Mahfud MD kala itu.

Banser punya keberanian untuk melakukan perlawanan terhadap mereka yang menzalimi Gusdur kala itu. Mereka juga memiliki modal yang cukup untuk menjadi simbol perlawanan, militansi dan jumlah massa adalah ancaman serius bagi tentara, namun keutuhan bangsa di atas segalanya. Kalimat Gusdur kepada Gus Nuril selaku Panglima pasukan berani mati, membuat kemarahan Banser luruh. Kepada saya Gus Nuril mengisahkan petuah Gusdur kala itu, 
" Gus, sudah jangan di teruskan kalau anak-anak itu ngamuk negara bisa bubar. Saya tidak ikhlas negara ini bubar, apalagi merubah haluan negara. Saya suka kebenaran tetapi lebih suka kemerdekaan dan ketentraman ". Banser adalah singa yang tidur, mereka hanya patuh pada perintah Kyai, Politik mereka adalah apa dawuh kyai. Akhirnya kang Nen pulang bersama ratusan ribu kawannya. Mereka pulang dengan damai, tanpa aksi demo berjilid-jilid dengan nomor cantik.

*Saat Banser Mencabut Katana*

Sebagai negara dengan mayoritas muslim, Indonesia beruntung memiliki NU. Ormas yang oleh Rizieq dalam video ceramah di madinah di sebutnya sebagai kelompok tradisionalis. Berbicara komitmen terhadap bangsa, NU terbukti ikut berdarah mendirikan bangsa ini. Berbicara jumlah massa dan khazanah keilmuan Islam, saya bertaruh anak-anak muda NU yang belajar di Pondok itu jauh lebih mumpuni di banding Felix Siaw. Mereka belajar Islam dari sumber babon, ilmu tafsir, bahasa arab dan gramaticalnya, kitab fiqh lintas madzhab, ilmu hadist hingga sex education adalah makanan mereka sehari hari di Pondok Pesantren.

Kematangan pengetahuan Agama, Militansi jamaah, jumlah anggota dan memiliki garis komando jelas adalah keunggulan NU yang sulit di tandingi oleh organisasi Islam manapun. Tetapi NU tidak jumawa, komitmennya selaras dengan amanah pendiri bangsa ini menjadi negara bangsa bukan negara Agama. Dengan segala kelebihannya, NU adalah benteng akhir pertahanan bangsa ini.  Dan ruh itu yang di jaga NU, di gaungkan dalam marsnya Ya lal wathon :

Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon Ya Lal Wathon/ Hubbul Wathon minal Iman/ Wala Takun minal Hirman/ Inhadlu Alal Wathon / Indonesia Biladi / Anta ‘Unwanul Fakhoma / Kullu May Ya’tika Yauma/ Thomihay Yalqo Himama/ Pusaka Hati Wahai Tanah Airku/ Cintaku dalam Imanku/ Jangan Halangkan Nasibmu/ Bangkitlah Hai Bangsaku/ Indonesia Negriku/ Engkau Panji Martabatku/ Siapa Datang Mengancammu/ Kan Binasa di bawah dulimu

Belakangan ini situasi tanah air mengharuskan kekuatan NU untuk kembali bangkit.  Selama ini NU lebih banyak diam ketika dalam banyak kesempatan kelompok Islam 'anyaran' seperti HTI dan FPI terus menerus menuding kaum selain mereka sebagai kafir. Dengan seenaknya mereka memvonis negeri ini sebagai negeri thoghut dan kafir, tidak pakai hukum Allah. Gerakan Islam Nusantara di hujat NU sebagai jamaah liberal, penyembah kubur, tukang bidengah bahkan gelombang Fitnah di alamatkan pada pucuk pimpinan NU, tetapi NU masih bersabar. 

Namun saat provokasi ini mengancam integrasi bangsa dan eksistensi Pancasila maka anak muda NU saatnya bergerak. Mereka bangkit melawan, musuh mereka adalah kelompok unyu unyu pemimpi basah Khilafah dan kelompok penebar benih radikalisme.  Banser juga GP Ansor menunjukkan kekuatannya menjadi penjaga NKRI. Di Makassar mereka  bentrok dengan HTI. Di Bogor, GP Ansor dan Jakarta mereka menolak forum internasional khilafah HTI. Di Jombang, Tulungagung, Jember, Sidoarjo dan Surabaya sudah menyatakan dengan keras tidak memberi ruang bagi HTI dan FPI di Jatim. Di Cilacap, Banser dan GP Ansor menyerukan HTI untuk kembali ke ajaran Islam yang sebenarnya. Di Semarang mereka menolak FPI.Di Takalar GP Ansor dan Banser, gagalkan konvoi HTI. Di Bandung, mereka menolak deklarasi HTI. Di Purbalingga, GP Ansor dan Banser hampir saja bentrok dengan HTI. Di Rembang sikapnya sama usir kelompok pemimpi Khilafah

Berpuluh tahun NU menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia dalam kerangka agama yang sejuk dan berwibawa. NU ibarat klan keluarga Samurai Katsumoto dalam film The last Samurai. Mereka adalah orang orang yang tidak pernah melupakan cikal bakal mereka, mereka setia pada tanah kelahiran, adat istiadat, dan juga leluhur mereka. Jika kemudian NU melalui Ansor dan Banser sudah bergerak mengangkat ' Katana' nya artinya isyarat bangsa sedang terdzolimi. Benih radikalisme, bibit disintegrasi bangsa, sikap intoleran, ungkapan kebencian berjamur di mana-mana.

Bukan Banser jika hanya diam, mereka bergerak serentak menunjukan taringnya. Hal itu yang kemudian membuat orang yang membenci Pancasila dan memimpikan negara Islam merengek, lebih tepatnya mengembik. Mereka melancarkan gelombang Fitnah pada Banser, video dan beragam fitnah di lancarkan dengan masif. Banser berjuang sendiri, dengan kesederhanaanya. Saya membayangkan saat orang seperti Kang Nen membubarkan konvoi khilafah mungkin di kantungnya hanya ada dua batang rokok dan uang untuk beberapa liter bensin, tapi untuk Indonesia kang Nen melakukan dengan gembira.

Ancaman terhadap NKRI sudah begitu nyata, kelompok radikalis dann pro khilafah telah masuk dengan masif hingga sekolah menengah, saat ini Banserlah pilar yang tersisa ketika gelombang virus radikalisme menyerbu negeri ini. Menyatukan kelompok pro Khilafah ini dengan NU, rasanya tidak mungkin. Keislaman NU berakar pada tradisi, sedang mereka beragama dengan insting menaklukan. Satunya-satunya jalan negara harus memilih, NU yang telah terbukti komitmennya atau mereka yang ingin mengganti ideologi negara. Berharap anak anak muda NU untuk mundur mengalah, tidak ada cerita Banser mundur perang. Pertempuran 10 November 1945 di Surabaya adalah gambaran keberanian Banser. Dan pada masa ini FPI dan HTI lahir saja belum. 

Namun membiarkan Banser berjuang sendiri rasanya tidak bijak. Kita harus hadir berdiri bersama mereka. Kita tidak ingin adegan terakhir dalam film the last Samurai terjadi. Teringat sebuah adegan dalam Film itu saat Nathan algreen memberikan Katana dari klan Samurai Katsumoto yang gugur dimedan perang. Pada saat menerima Katana itu Kaisar baru menyadari bahwa pemerintah telah mengorbankan hal paling berharga dari bangsanya yaitu akar budayanya sendiri. Kita tidak ingin menitikan air mata saat menyaksikan katana 'Banser' Samurai terakhir penjaga bangsa ini di serahkan.

Saatnya kita berdiri bersama Banser ikut menjaga bangsa ini melawan radikalisme dan intoleransi. Membantu sebisa kita jangan biarkan Banser sendiri, bergandengan tangan nengucapkan kalimat Kaisar dalam film the last samurai  "We can be modern country, we are wearing western clothes, we have railway, but we cannot forget WHO WE ARE."  Kang Nen, salam hangat secangkir Kopi untukmu.