Minggu, 14 April 2013

salam revolusi! saudaraku yang berjiwa revolusioner, nasib kaum proletar (rakyat buruh, petani dan nelayan), tak akan pernah beranjak menjadi lebih baik tingkat kesejahteran hidupnya dibanding ketika bangsa ini masih hidup dalam cengkeraman kolonial voc (belanda). ingat, sampai hari ini, jutaan buruh sedang siap-siap meradang turun ke jalan untuk menuntut perbaikan nasibnya. demo jutaan buruh yang direncanakan turun ke jalan dalam rangka "may day" atau "hari buruh internasional" 1 mei mendatang, ingin menyuarakan penderitaan nasibnya yang diperlakukan tak adil oleh manajemen perusahaan, tempat di mana mereka menggantungkan nasibnya. kita sadari bahwa konsep musyawarah tripartit (antara mediator pemerintah, kapitalis pengusaha, dan kaum proletar buruh) tak pernah menemukan titik temu harmonis adil yang bisa diterima oleh masing-masing pihak. secara analogis, posisi kaum proletar buruh dan kapitalis pengusaha laksana bercampurnya air dan minyak dalam satu wadah, tak bisa menyatu, selalu saja berseteru bak "tom and jerry". posisi pemerintah amatlah lemah dan tak berwibawa, itulah kata kunci dari berlarut-larutnya persoalan proletar buruh dan sang majikan kaum kapitalis ini. Tapi lebih penting dari itu, garis haluan politik nasional telah bergeser jauh.

harus dipahami benar, terutama pasca-jatuhnya rezim revolusioner bung karno pada tahun 1967, sistem politik nasional bergeser dan berganti haluan dari poros ideologis sosialis marhaenis ke sistem kapitalisme neoliberalisme. pergeseran poros sistem ini dimuali secara intensif gradual di bawah naungan rezim militeristik soeharto, yang kemudian dikenang rakyat sebagai rezim otoriter represif, karena begitu banyak catatan kasus pelanggaran ham berat. rezim ini mempopulerkan konsep trilogi pembangunan dan konsep dwi fungsi abri. tapi apa pun konsepnya, harus dikatakan, bahwa pada akhirnya negara terjerumus ke dalam jurang krisis moneter yang dalam kibat mengidap virus korupsi kolusi nepotisme yang parah, dan sayangnya virus itu masih “dilestarikan” hingga kini, dna menjangkiti elit parpol di parlemen, pejabat negara, birokrat, aparatus penegak hukum hingga merembes ke berbagai daerah melalui saluran kebijakan liberal otonomi daerah.

bila dicermati regulasi undang-undang yang terkait langsung dengan masalah kesejahteraan rakyat (buruh, petani, nelayan); pastilah tidak ada keberpihakan secara ideologis politik terhadap mereka. Karena itu, biar bagaimana pun, haluan sistem politik nasional harus dikoreksi total, dari yang selama ini berkiblat pada sistem kapitalisme neoliberalisme ke sistem sosialisme pancasila yang menjadi akar ideologis kultural bangsa. harus dipahami, bahwa jauh sebelum indonesia merdeka, jiwa ideologis kultural bangsa berakar pada nilai-nilai sosialisme dengan ciri utamanya: jiwa kegotongroyongan, rasa senasib sepenanggungan, tidak mementingkan diri sendiri, guyub rukun, toleran, penuh rasa welas asah asih asuh. itulah ciri-ciri sejati dari jiwa sosialisme pancasila. dan tatanan nilai sosial seperti itu kini melemah, bahkan di kota-kota besar metropolitan, konstruksi nilai-nilai idiil itu sudah lama lenyap atau menguap, akibat dihantam oleh gelombang besar nilai-nilai kapitalisme global yang bercirikan (watak): individualisme, materialisme dan hedonisme.

kini menjadi jelas, bahwa rezim pemerintah saat ini sudah tak mampu lagi mengayomi posisi dan nasib kaum proletar (rakyat buruh tani dan nelayan). dan akibat kemiskinan struktural yang akut ini, jutaan kaum muda warga bangsa, berduyun-duyun eksodus ke luar negeri, hidup kepepet sebagai tki/tkw berstatus jadi babu, kacung, jongos bahkan harus rela mati bila mereka diposisikan sebagai budak teraniaya. tolong diingat, kini sudah tercatat lebih dari 6 ribu nyawa tki/tkw melayang di negeri orang selama 4 tahun terakhir ini. mereka mati akibat dianiaya, dihukum pancung, ditembak aparat , dan ada pula yang terpaksa bunuh diri karena tak tahan hidup dalam penindasan sang majikan. Di tengah spektrum problem sosial yang kompleks ruwet dan multi-dimensional inilah, justru kita tidak melihat adanya keseriusan dari elit parpol, pejabat negara, birokrat serta aparat penegak hukum untukb bergerak bersama secara progresif revolusioner “membebaskan rakyat” dari belenggu kemiskinan strukturalnya. yang tampak di permukaan saat ini, justru mereka telah kehilangan kredibilitas dan kewibawaannya, akibat seringnya tersandung aneka kasus tercela yang cacat integritas moral seperti: korupsi, kolusi, nepotisme dan manipulasi. di tengah lingkaran setan kebijakan sistem yang menghamba pada kapitalisme neoliberalisme inilah, rakyat masih dihimpit lagi oleh sistem demokrasi liberal multipartai yang kian menjerumuskan rakyat ke dalam jurang penderitaan politik. karena lebih dari selusin parpol yang hendak melenggang di pemilu 2014 mendatang, rata-rata tidak memiliki integritas moral ideologi perjuangan, melainkan gerombolan elit parpol itu lebih memposisikan diri sebagai “tengkulak politik” bermental pragmatis, transaksional, oportunistik. oleh karena itu, rakyat kini tak punya banyak pilihan. karena kini, tinggal satu jalan perjuangan yang tersisa yakni: revolusi zonder kompromi. artinya: pemilu 2014 no, revolusi o yeeeee!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar