Pemuda selalu memiliki peran
strategis dalam proses politik yang terjadi di bangsa ini. Golongan
ini, sejak masa penjajahan, selalu memiliki gairah dalam mendorong
gerakan politik alternatif. Pemuda adalah tulang punggung bangsa yang
diharapkan memperbaiki masa depan negara. Maka tidak salah jika bung
Karno berkata, berikan aku satu orang pemuda maka akan aku goncangkan
dunia.
Sejarah mencatat, peran politik pemuda
mampu berkontribusi dalam merubah roda sejarah, seperti contoh
perkumpulan Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, gerakan perjuangan membela
kemerdekaan, sampai pada gerakan reformasi tahun 1998 adalah jerih payah
pemuda yang berhasil membuat zaman terus bergerak kearah yang lebih
baik.
Dalam setiap generasinya, pemuda memang
memiliki peran sentral dalam mendobrak kebuntuan politik. Sebagaimana
hari ini, bangsa kita masih perlu untuk mendapatkan sentuhan idealisme
dan daya kritis pemuda dalam mengawal proses transisi demokrasi
ditingkat lokal, seperti Pilkada.
Sayangnya, pemuda hari ini masih
mengasingkan diri dalam dinamika politik lokal di Indonesia. Hal ini
terjadi, karena anggapan kaum muda masa kini tentang praktik politik
adalah kegiatan yang membosankan, membingungkan dan sangat kotor.
Padahal, keterlibatan pemuda dalam politik memiliki kekuatan laten yang
patut dibangkitkan diberbagai daerah.
Anggapan yang tertanam dalam benak anak
muda juga tidak bisa dilepaskan dari pemberitaan yang dilakukan oleh
media terhadap praktik politik di Negara kita. Yang melulu memberitakan
bahwa politik itu saling menjatuhkan, merekayasa hukum, memanipulasi
aspirasi rakyat, serta tindakan korupsi yang dilakukan berjamaah oleh
para elit politik di Indonesia. Melalui alasan tersebut, akhirnya anak
muda memilih untuk menjauhi politik dan hanya rajin mencaci-maki saja.
Seharusnya pemuda sebagai agen
perubahan, harus dapat mengawal proses transisi demokrasi kearah yang
lebih substantif yakni terlaksananya pilkada secara free dan fair. Untuk
mengawal proses tersebut, pemuda dapat berkiprah baik sebagai
penyelenggara, peserta ataupun pengawas proses penyelenggaraan pilkada.
Pemuda harus dapat tampil sebagai agen
penjaga moral dan etika politik dalam proses demokrasi, artinya pilkada
langsung harus dapat berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku, sikap
dan perilaku politik yang dijalankan harus menjunjung tinggi etika dan
sopan santun politik sehingga tidak menerapkan praktik-praktik politik
yang kotor, menghalalkan segala cara dan menggunakan cara-cara
kekerasan atau premanisme politik.
Selain itu, pemuda dapat membentuk
organisasi/kelompok kritis melalui basis masyarakat untuk memperkuat hak
politiknya. Dengan bekerjasama dengan masyarakat, pemuda dapat menjadi
aktor intelektual dalam komunitasnya sendiri. Sebagai aktor intelektual
pemuda harus melakukan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan
politik menjadi penting agar tidak terjebak pada pragmatisme politik
dalam menyusun agenda politik yang berpihak pada rakyat.
Agenda politik yang disusun bersama
masyarakat akan digunakan sebagai tuntutan. Tuntutan ini berisikan
tentang rekomendasi kebijakan yang berguna bagi kemajuan daerah. Pada
tahap selanjutnya, kelompok harus menuntut legitimasi terhadap tuntutan
tersebut. Melalui kontrak politik, tuntutan tersebut menjadi sebuah
legitimasi untuk mendorong komitmen para pemegang kekuasaan.
Kekuatan kelompok yang dibangun juga
dapat berfungsi dalam melakukan proses pengawalan kebijakan. Hal berikut
dianggap, sebagai bentuk transformasi politik struktural yang dilakukan
pemuda. Melalui kesadaran politik yang tinggi, dimungkinkan akan
terjadi proses koreksi apabila kebijakan tidak sesuai dengan kepentingan
rakyat.
Adapun dalam transformasi kultural,
memahami kerja-kerja politik bukan hanya pada urusan teknis yang
mekanistik, tetapi pekerjaan intelektual. Yaitu menggerakkan tujuan
perubahan berdasarkan pergulatan dan dialektika yang dalam memandang
suatu peristiwa politik, kaitannya dengan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi dalam suatu bangunan negara. Dengan itu, bentuk
perubahan dilakukannnya dengan melibatkan tanggungjawab sosialnya dan
integritas intelektual yang dimilikinya.
Melalui kegiatan intelektual, pemuda
dapat melakukan proses penawaran rekomendasi dan pengawal melalui naskah
akademik. Melalui tulisan, penelitian dan istrumen lainnya juga dapat
mendorong partisipasi politik. Kerja intelektual berarti dengan
mencurahkan gagasan untuk menunjang kesadaran politik masyarakat yang
lebih tinggi. Tidak lain, kerja tersebut juga merupakan manifestasi
bahwa pemuda sebagai entitas di dalam masyarakat dan melakukan
perjuangan bersama.
Diharapkan dengan hal tersebut, akan terbangun budaya politik (culture politic) dan masyarakat madani (civil society).
Pemuda mampu mendorong keadaan terhadap nilai yang sedang dianut
ditengah masyarakat sebagai budaya politik dan mengartikulasikannya
dalam sistem politik, untuk bermuara menjadi budaya politik. Artinya
bahwa, melakukan transformasi politik bukanlah suatu yang bebas nilai,
tetapi memiliki seperangkat nilai yang menjadi pedoman, serta
memperjelas posisi, maupun untuk mebuat visi ideal yang menjangkau dalam
pengembangan daerah-daerah diseluruh Indonesia.
kembali ke awal dari perjuangan dan harta terbesar PEMUDA.
yaitu : sosial countrol dan agent of cange.