Islam adalah agama yang mengajarkan
untuk menghormati para utusan Allah, meyakini bahwa mereka adalah para
utusan Allah yang benar yang bertugas menyampaikan ajaran-ajaran yang
benar sesuai dengan situasi pada masing-masing zaman. Dari hal ini
bagaimana mungkin bisa dikatakan bahwa agama seperti ini tidak
mengajarkan toleransi terhadap agama lain?
Bagaimana bisa dikatakan
agama Islam tidak mengajarkan persatuan dan kerukunan dengan agama lain?
Bagaimana bisa agama Islam mengajarkan kebiasaan intoleransi agama dan
menganjurkan hidup dengan orang lain tanpa cinta dan kasih sayang? Tidak
mungkin. Menyatakan bahwa dalam agama Islam tidak ada nilai-nilai
kesabaran dan kebebasan berpendapat atau berbicara adalah suatu tuduhan
yang tidak berdasar.
Kata makna Islam sendiri mengandung makna antidote dari kekejaman,
disharmonisasi dan intoleransi. Salah satu artinya adalah damai,
penyerahan diri dan ketataatan, dan juga berarti menciptakan kerukunan
dan perdamaian. Salah satu makna lainnya adalah menghindari orang yang
menyakiti, arti lainnya adalah hidup bersama secara harmonis. Tujuan
dari penjelasan tentang kata Islam yang diberikan oleh Allah pada
agama Islam ini adalah karena seluruh ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang
dibawa oleh Rasulullah saw penuh dengan cinta, Toleransi, kesabaran,
dan kebebasan hati nurani dan berbicara dan hak untuk mengungkapkan
pendapat.
Selanjutnya lihatlah bagaimana Rasulullah saw mengajarkan kepada kita
semua tentang semangat toleransi, kebebasan beragama dan berkeyakinan
Ketika Rasulullah (saw) mengklaim bahwa beliau adalah utusan Allah dan
atas bimbingan Allah taala menyatakan bahwa beliau adalah seorang nabi
dengan membawa syariat terakhir dan satu-satunya sarana keselamatan
adalah dengan menerima Islam dan menyesuaikan diri dengan
perintah-perintah Allah yang Mahakuasa - pengumuman ini kemudian dibuat
oleh Allah yang Mahakuasa:
Dan katakanlah, “Inilah kebenaran dari Tuhan-mu; maka barangsiapa
menghendaki, maka berimanlah, dan barangsiapa menghendaki, maka
ingkarlah.” ( Q.S 18: 30 ) Selanjutnya, adalah urusan Allah taala
sendiri untuk memberi balasan pada orang yang tidak beriman, di dunia
maupun diakhirat. Oleh karena itu, wahai Nabi dan wahai orang-orang yang
beriman pada nabi ini, tugas kalian hanyalah menyampaikan pesan
tersebut. Untuk kepentingan menciptakan lingkungan yang penuh cinta dan
kasih sayang serta toleransi, kalian harus menyebarkan pesan ini dengan
penuh kebaikan. Karena Anda yakin bahwa dengan ajaran Tuhan yang
diberikan kepadamu, agama kalian adalah benar dan berdasarkan pada
kebenaran, Ini adalah persyarakat bagi terciptanya kebaikan bagi orang
lain, bahwa apa yang kalian anggap benar untuk diri kalian, kalian harus
menyebarkannya juga pada seluruh umat manusia dan juga melibatkan
mereka dalam perintah ini.
Mungkin bisa saja orang lain akan mengajukan keberatanan seperti ini
bahwa pilihan untuk beriman atau tidak beriman yang diberikan kepada
orang-orang Mekah itu diberikan pada saat posisi umat Islam masih sangat
lemah. Maka kalimat itulah yang dipergunakan sehingga orang-orang kafir
Mekkah tidak membinasakan umat Islam secara kejam.
Keberatan ini adalah argumen yang lemah. Walaupun adanya perintah ini,
Kaum kafir Makkah tidak berhenti dalam hal kekejaman mereka terhadap
umat Islam. Mereka menganiaya orang Islam disebabkan karena keimanan
umat Islam. Beberapa diletakkan diatas batu yang membara, beberapa
lainnya disuruh berbaring diatas pasir yang panas dibawah terik matahari
siang. Beberapa mereka diikat kakinya pada dua unta dan unta tersebut
ditunggangi ke arah yang berlawanan yang menyebabkan kaki orang Islam
terpotong menjadi dua bagian. Bahkan wanita-wanita yang dipukuli tidak
terhindar dari penyiksaan ini. Jadi jika ayat sebelumnya yang saya kutip
dimaksudkan untuk menyelamatkan umat Islam dari kekejaman, maka sejarah
membuktikan bahwa hal itu tidak mengarah pada tujuan itu. Perintah ini
tidak terbatas pada saat itu saja tapi hal itu juga berlaku dalam Quran
Suci untuk saat ini.
Tidak tahan dengan kekejaman yang ditimbulkan oleh orang-orang
sebangsa sendiri, kaum Muslim hijrah ke Madinah. Setelah kedatangan
mereka perjanjian dibuat dengan orang-orang Yahudi Madinah yang bukan
Islam pada saat itu, yang menunjukkan bagaimana masyarakat bisa hidup
bersama dan tetap bebas, dan menunjukkan bagaimana hak-hak satu sama
lain diperhatikan.
Namun sebelum itu ajaran Alquran suci menyatakan:
'Tidak boleh ada paksaan dalam agama.” ( Q.S 2: 257 )
Perintah ini diturunkan di Madinah. Pada saat itu mayoritas penduduk
Madinah telah menjadi Muslim, sebagian lagi adalah orang-orang yang
tidak tertarik pada agama dan mereka bergabung dengan kaum Muslim
seperti burung-burung pada kawanan yang sama. Bila dilihat dari sudut
pandang ini, penduduk Muslim mewakili mayoritas. Di sisi lain
orang-orang Yahudi yang berkuasa sebelum kedatangan Rasulullah ke
madinah sekarang mereka telah berkurang dan menjadi minoritas. Sebagai
konsekuensinya, dengan menjadi Kepala Negara, pemerintahan Rasulullah
(saw) telah terbentuk dengan kuat. Meskipun demikian perintah tersebut
menyatakan bahwa "Kalian tidak akan menggunakan paksaan dalam agama,
juga tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang-orang lemah walaupun
mereka bukan Islam yang telah bergabung dengan kalian sebagai kawan dan
saudaramu, atau tidak akan menggunakan kekuatan terhadap orang Yahudi
yang hidup di bawah wilayah kalian. ’
Anda sekalian dapat melihat dari Perjanjian yang disusun, bagaimana
suasana cinta dan kasih sayang, kebebasan beragama dan toleransi
tercipta. Perjanjian itu berbunyi sebagai berikut:
- Umat Islam dan Yahudi akan hidup bersama satu sama lain dalam kebaikan dan ketulusan dan tidak akan melakukan perbuatan yang berlebihan atau kekejaman apapun terhadap satu sama lain.
- Orang-orang Yahudi akan terus menjaga iman mereka sendiri dan umat Islam dengan imannya;
- Kehidupan dan hak milik semua warga negara harus dihormati dan dilindungi keamanannya dalam kasus kejahatan yang dilakukan oleh seseorang
- Semua perselisihan akan mengacu keputusan Nabi Allah karena dia memiliki otoritas yang menentukan, tetapi semua keputusan yang menyangkut pribadi akan didasarkan pada aturan masing-masing.
Dan, tentu saja, ada poin-poin lainnya dalam perjanjian ini selain
keempat poin yang dikutip tersebut. Sekarang coba lihat upaya apa yang
telah digunakan untuk membangun keadaan masyarakat yang penuh kebebasan
dan kasih sayang. Pada waktu itu tidak ada hukum nasional. Setiap orang
hidup sesuai dengan tradisi dan hukum klan atau suku. Nabi Muhammad
(saw) tidak mengatakan bahwa Anda adalah minoritas, tetapi memang benar
bahwa, Anda harus mematuhi undang-undang mayoritas Islam. Sebaliknya,
kondisi dari Perjanjian itu adalah bahwa urusan Anda akan ditentukan
berdasarkan undang-undang Anda sendiri. Ini adalah Piagam pertama
kebebasan hati nurani dan berkeyakinan dalam Islam.
Standar Toleransi Islam
Contoh lain yang sangat baik tentang toleransi, AlQuran Suci menjelaskan
bahwa bagaimanapun keadaannya, Anda tidak boleh meninggalkan toleransi.
Terlepas dari kekejaman yang ditimbulkan pada kalian, kalian jangan
bertindak selain dengan keadilan dan tidak membalas dendam dengan cara
yang sama kejamnya. Jika kalian melakukannya, maka kalian adalah sesat,
kata lain untuk sebutan keislaman kalian menjadi tidak berarti. AlQuran
Suci menyatakan:
”...janganlah kebencian sesuatu kaum mendorong kamu bertindak tidak adil. Berlakulah adil; itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S 5: 9)
Ini adalah standar toleransi dan keadilan dalam Islam. Islam
menganjurkan untuk tidak menanggapi tuduhan rendah dan hina dari lawan,
karena dengan melakukan itu maka akan membuat kita sendiri menjadi
kejam. Sebaliknya memaafkan adalah tindakan yang lebih baik dan kalaupun
diharuskan untuk membalas maka kita balas dengan catatan tidak melebihi
luka yang telah ditimbulkan kepada kita.
Sebuah contoh luar biasa tentang toleransi dan pengampunan adalah
seperti yang diperlihatkan oleh Rasulullah saw yang yang mengampuni
semua penganiaya pada saat Fattah Mekkah. Sejarah telah mencatat
peristiwa ini. Ikramah adalah musuh terbesar Islam. Meskipun amnesti
umum telah diproklamasikan oleh Rasulullah saw pada hari kemenangan
tersebut, Ikramah memilih melawan kaum muslimin, ia akhirnya kalah dan
kemudian melarikan diri. Ketika istri Ikramah memohon pengampunan,
Rasulullah saw pun mengampuni. Segera setelah pengampunan, ketika
Ikramah muncul ke hadapan Rasulullah saw, Ikrimah berkata kepada
Rasulullah saw dengan sombongnya bahwa 'Jika Engkau berpikir bahwa
karena pengampunan Engkau saya juga akan menjadi seorang Muslim, maka
biarkan hal ini jelas bahwa saya tidak menjadi Muslim. Jika Anda dapat
memaafkan saya sementara saya tetap teguh pada keimanan saya, maka itu
baik, tetapi jika sebaliknya saya akan pergi. Rasulullah (saw) bersabda:
Tidak diragukan lagi Engkau bisa tetap teguh dengan keimanan Engkau.
Engkau bebas dalam segala hal. Tambahan pula, ribuan orang-orang Mekkah
pada waktu itu juga belum menerima Islam dan meskipun kalah mereka tetap
mendapatkan hak kebebasan mereka dalam beragama. Jadi ini adalah ajaran
AlQuran Suci dan contoh yang diberikan oleh Rasulullah saw mengenai hal
ini.
Kemudian beberapa contoh lain dari kebebasan berbicara dan toleransi.
Suatu ketika Rasulullah saw membeli unta dari seorang Badui yang ditukar
dengan sekitar 90 kilo kurma kering. Ketika Rasulullah saw sampai
dirumah, ia menemukan bahwa semua kurma telah hilang. Dengan penuh
kejujuran dan kesederhanaan, beliau mendatangi orang Badui tersebut dan
berterus terang padanya, Wahai hamba Allah! Saya telah membeli unta
dengan ditukar dengan kurma kering dan saya merasa bahwa saya memiliki
banyak kurma tetapi ketika saya sampai dirumah, saya menemukan bahwa
saya tidak memiliki kurma yang banyak. Orang Badui itu berkata: Dasar
penipu! Orang-orang mulai memberitahu Badui untuk berhenti berbicara
seperti itu terhadap Rasulullah saw, tetapi Rasulullah saw bersabda:
Biarkan dia. (Masnad Ahmad bin Hanbal)
Sekarang lihatlah, bagaimana cara seorang penguasa waktu tu berurusan
dengan orang biasa. Ini adalah standar jaminan kebebasan berbicara dan
standar kesabarannya.
Kemudian contoh toleransi dan kebebasan beragama mengacu pada
orang-orang dari agama lain. Suatu ketika delegasi Kristen dari Najaran
datang kepada Nabi Suci (saw). Dalam pertemuan dengan Rasulullah saw di
Masjid Nabi di Madinah itu, waktu bagi peribadatan Kristen telah tiba
dan mereka ingin segera berangkat. Rasulullah saw menawarkan kepada
mereka untuk beribadah di masjid. Kemudian Setelah itu terbentuklah
persetujuan dengan orang-orang Kristen Najran yang menjamin kebebasan
mereka dalam beragama dan menetapkan kewajiban bagi umat Islam untuk
melindungi gereja-gereja mereka. Tidak ada gereja yang harus dihancurkan
dan juga tidak akan ada satupun imam yang akan diusir atau dikeluarkan.
Hak-hak mereka juga tidak akan dikurangi dan takkan ada satupun orang
Kristen yang diminta untuk mengubah imannya. Pernyataan ini menyatakan
bahwa Nabi (saw) memberikan jaminan pribadinya. Perjanjian ini
selanjutnya menyatakan bahwa jika umat Islam ingin membantu membiayai
perbaikan gereja-gereja Kristen, itu akan menjadi tindakan kebajikan
bagi mereka.