1.Sejarah Hak asasi manusia.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia
sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak yang
melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada hak tersebut,
mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini dimiliki oleh manusia semata –
mata karena ia manusia, bukan karena pemberian masyarakat atau pemberian
negara. Maka hak asasi manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia
lain, masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari
Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang tidak dapat
diabaikan.
Sebagai manusia, ia makhluk Tuhan yang
mempunyai martabat yang tinggi. Hak asasi manusia ada dan melekat pada setiap
manusia. Oleh karena itu, bersifat universal, artinya berlaku di mana saja dan
untuk siapa saja dan tidak dapat diambil oleh siapapun. Hak ini dibutuhkan
manusia selain untuk melindungi diri dan martabat kemanusiaanya juga digunakan
sebagai landasan moral dalam bergaul atau berhubungan dengan sesama manusia.
Pada setiap hak melekat kewajiban.
Karena itu,selain ada hak asasi manusia, ada juga kewajiban asasi manusia,
yaitu kewajiban yang harus dilaksanakan demi terlaksana atau tegaknya hak asasi
manusia (HAM). Dalam menggunakan Hak Asasi Manusia, kita wajib untuk
memperhatikan, menghormati, dan menghargai hak asasi yang juga dimiliki oleh
orang lain.
Kesadaran akan hak asasi manusia ,
harga diri , harkat dan martabat kemanusiaannya, diawali sejak manusia ada di
muka bumi. Hal itu disebabkan oleh hak – hak kemanusiaan yang sudah ada sejak
manusia itu dilahirkan dan merupakan hak kodrati yang melekat pada diri
manusia. Sejarah mencatat berbagai peristiwa besar di dunia ini sebagai suatu
usaha untuk menegakkan hak asasi manusia.
2. Pengertian HAM
Menurut
UU No 39/1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah dan setiap orang
demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Dengan akal budinya dan nuraninya, manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan
sendiri perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangi kebebasannya tersebut
manusia memiliki kemampuan untuk bertanggung jawab atas semua tindakan yang
dilakukannya.
Kebebasan
dasar dan hak-hak dasar itulah yang disebut Hak Asasi Manusia yang secara
kodratnya melekat pada diri manusia sejak manusia dalam kandungan yang membuat
manusia sadar akan jatidirinya dan membuat manusia hidup bahagia. Setiap
manusia dalam kenyataannyalahir dan hidup di masyarakat. Dalam perkembangan
sejarah tampak bahwa Hak Asasi Manusia memperoleh maknanya dan berkembang setelah
kehidupan masyarakat makin berkembang khususnya setelah terbentuk Negara.
Kenyataan tersebut mengakibatkan munculnya kesadaran akan perlunya Hak Asasi
Manusia dipertahankan terhadap bahaya-bahaya yng timbul akibat adanya Negara,
apabila memang pengembangan diri dan kebahagiaan manusia menjadi tujuan.
Berdasarkan
penelitian hak manusia itu tumbuh dan berkembang pada waktu Hak Asasi Manusia
itu oleh manusia mulai diperhatikan terhadap serangan atau bahaya yang timbul
dari kekuasaan yang dimiliki oleh Negara. Negara Indonesia menjunjung tinggi
Hak Asasi Manusia dan kewajiban dasar manusia. Hak secara kodrati melekat dan
tidak dapat dipisahkan dari manusia, karena tanpanya manusia kehilangan harkat
dan kemanusiaan. Oleh karena itu, Republik Indonesia termasuk pemerintah
Republik Indonesia berkewajiban secara hokum, politik, ekonomi, social dan
moral untuk melindungi, memajukan dan mengambil langkah-langkah konkret demi
tegaknya Hak Asasi Manusia dan kebebasan dasar manusia.
Bangsa
Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai Hak Asasi Manusia yang bersumber
dari ajaran agama, nilai moral universal, dan nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan
pada Pancasila dan Undang-undang dasar 1945.
Pengakuan, jaminan, dan perlindungan Hak Asasi Manusia tersebut diatur
dalam beberapa peraturan perundangan berikut:
A. Pancasila
a). Pengakuan harkat dan martabat manusia sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.
b). Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesamam manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, suku dan bangsa.
c). Mengemban sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap tenggang rasa, dan sikap tidaksewenang-wenang terhadap orang lain.
b). Pengakuan bahwa kita sederajat dalam mengemban kewajiban dan memiliki hak yang sama serta menghormati sesamam manusia tanpa membedakan keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan social, warna kulit, suku dan bangsa.
c). Mengemban sikap saling mencintai sesamam manusia, sikap tenggang rasa, dan sikap tidaksewenang-wenang terhadap orang lain.
d). Selalu bekerja sama, hormat menghormati dan selalu
berusaha menolong sesama.
e). Mengemban sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
f). Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.
e). Mengemban sikap berani membela kebenaran dan keadilan serta sikap adil dan jujur.
f). Menyadari bahwa manusia sama derajatnya sehingga manusia Indonesia merasa dirinya bagian dari seluruh umat manusia.
B. Dalam
Pembukaan UUD 1945
Menyatakan bahwa “ kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa,
dan oleh karena itu penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan pri kemanusiaan dan pri keadilan”. Ini adalah suatu pernyataan
universal karena semua bangsa ingin merdeka. Bahkan, didalm bangsa yang
merdeka, juga ada rakyat yang ingin merdeka, yakni bebas dari penindasan oleh
penguasa, kelompok atau manusia lainnya.
C.
Dalam Batang Tubuh
UUD 1945
a)Persamaan kedudukan warga Negara dalam hokum dan
pemerintahan (pasal 27 ayat 1)
b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
c) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28)
d) Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28)
e) Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2)
f) hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1)
g) BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia
b) Hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak (pasal 27 ayat 2)
c) Kemerdekaan berserikat dan berkumpul (pasal 28)
d) Hak mengeluarkan pikiran dengan lisan atau tulisan (pasal 28)
e) Kebebasan memeluk agama dan beribadat sesuai dengan agama dan kepercayaanya itu (pasal 29 ayat 2)
f) hak memperoleh pendidikan dan pengajaran (pasal 31 ayat 1)
g) BAB XA pasal 28 a s.d 28 j tentang Hak Asasi Manusia
D.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
a). Bahwa setiap hak asasi seseorang menimbulkan kewajiban dasar dan tanggung jawab untuk menghormati HAM orang lain secara timbale balik.
b). Dalm menjalankan hak dan kebebasannya, setiap
orangbwajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan oleh UU.
E. Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta member I perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.
Untuk ikut serta memelihara perdamaian dunia dan menjamin pelaksanaan HAM serta member I perlindungan, kepastian, keadilan, dan perasaan aman kepada masyarakat, perlu segera dibentuk suatu pengadilan HAM untuk menyelesaikan pelanggaran HAM yang berat.
F. Hukum
Internasional tentang HAM yang telah Diratifikasi Negara RI
a) Undang- undang republic Indonesia No 5 Tahun 1998 tentang pengesahan (Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, ridak manusiawi, atau merendahkan martabat orang lain.
b) Undang-undang Nomor 8 tahun 1984 tentang pengesahan Konvensi
Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita.
c) Deklarasi sedunia tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948
(Declaration Universal of Human Rights).
4. Macam-Macam Hak Asasi Manusia
a) Hak asasi pribadi / personal Right
a) Hak asasi pribadi / personal Right
• Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
• Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
• Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
• Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakini masing-masing
b) Hak asasi politik / Political Right
• Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
• Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
• Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
• Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
• Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
• Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
• Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik lainnya
• Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
c) Hak azasi hukum / Legal Equality Right
• Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
• Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
• Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
• Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
• Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
• Hak mendapat layanan dan perlindungan hokum
d) Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
• Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
• Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
• Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
• Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
• Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
• Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
• Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
• Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
• Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
• Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
e) Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
• Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
• Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
• Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
• Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan penyelidikan di mata hukum.
f) Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
• Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
• Hak mendapatkan pengajaran
• Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
• Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
• Hak mendapatkan pengajaran
• Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat.
DEFINISI HAM (HAK ASASI
MANUSIA) menurut para ahli.
1. John Locke.
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Kuasa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum, Pemerintah dan setiap orang, demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia (Pasal 1 angka 1 UU No. 39 Tahun 1999
tentang HAM dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
2. Jack Donnely,
Hak asasi manusia adalah hak-hak yang
dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan
karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif,
melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia.
3. Meriam
Budiardjo,
Berpendapat bahwa hak asasi manusia
adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan
dengan kelahirannya di dalam kehidupan masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak
itu dimilikinya tanpa perbedaan atas dasar bangsa, ras, agama, kelamin dan karena
itu bersifat universal.
Nilai universal ini yang kemudian
diterjemahkan dalam berbagai produk hukum nasional di berbagai negara untuk
dapat melindungi dan menegakkan nilai-nilai kemanusian. Bahkan nilai universal
ini dikukuhkan dalam intrumen internasional, termasuk perjanjian internasional
di bidang HAM.
Sementara dalam ketentuan menimbang
huruf b Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menegaskan bahwa
hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri
manusia, bersifat universal dan langgeng, oleh karena itu harus dilindungi,
dihormati, dipertahankan dan tidak boleh diabaikan, dikurangi atau dirampas
oleh siapapun.
Mengenai perkembangan pemikiran hak
asasi manusia, Ahli hukum Perancis, Karel Vasak mengemukakan perjalanan hak
asasi manusia dengan mengklasifikasikan hak asasi manusia atas tiga generasi
yang terinspirasi oleh tiga tema Revolusi Perancis, yaitu : Generasi Pertama;
Hak Sipil dan Politik (Liberte); Generasi Kedua, Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
(Egalite) dan Generasi Ketiga, Hak Solidaritas (Fraternite). Tiga generasi ini
perlu dipahami sebagai satu kesatuan, saling berkaitan dan saling melengkapi.
Vasak menggunakan istilah “generasi” untuk menunjuk pada substansi dan ruang
lingkup hak-hak yang diprioritaskan pada satu kurun waktu tertentu.
Ketiga generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
Ketiga generasi hak asasi manusia tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
1.
Hak asasi manusia generasi pertama,
yang mencakup soal
prinsip integritas manusia, kebutuhan dasar manusia, dan prinsip kebebasan
sipil dan politik. Termasuk dalam generasi pertama ini adalah hak hidup, hak
kebebasan bergerak, perlindungan terhadap hak milik, kebebasan berpikir,
beragama dan berkeyakinan, kebebasan berkumpul dan menyatakan pikiran, hak
bebas dari penahanan dan penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari hukum yang
berlaku surut dsb. Hak-hak generasi pertama ini sering pula disebut sebagai
“hak-hak negatif” karena negara tidak boleh berperan aktif (positif)
terhadapnya, karena akan
2.
Pada perkembangan selanjutnya yang dapat disebut sebagai hak asasi
manusia Generasi Kedua,konsepsi
hak asasi manusia mencakup pula upaya menjamin pemenuhan kebutuhan untuk
mengejar kemajuan ekonomi, sosial dan kebudayaan, termasuk hak atas pendidikan,
hak untuk menentukan status politik, hak untuk menikmati ragam penemuan
penemuan-penemuan ilmiah, dan lain-lain sebagainya. Puncak perkembangan kedua
ini tercapai dengan ditandatanganinya ‘International Couvenant on Economic,
Social and Cultural Rights’ pada tahun 1966. Termasuk dalam generasi kedua ini adalah
hak atas pekerjaan dan upah yang layak, hak atas jaminan sosial, hak atas
pendidikan, hak atas kesehatan, hak atas pangan, hak atas perumahan, hak atas
tanah, hak atas lingkungan yang sehat dsb. Dalam pemenuhan hak-hak generasi
kedua ini negara dituntut bertindak lebih aktif (positif), sehingga hak-hak
generasi kedua ini disebut juga sebagai “hak-hak positif”.
3.
Hak-hak generasi ketiga, diwakili oleh tuntutan atas “hak solidaritas”” atau “hak bersama”.
Hak-hak ini muncul dari tuntutan gigih negara-negara berkembang atau Dunia
Ketiga atas tatanan internasional yang adil. Melalui tuntutan atas hak
solidaritas itu, negara-negara berkembang menginginkan terciptanya suatu
tatanan ekonomi dan hukum internasional yang kondusif bagi terjaminnya hak-hak berikut
:
- Hak
atas pembangunan.
- Hak
atas perdamaian.
- Hak
atas sumber daya alam sendiri.
- Hak
atas lingkungan hidup yang baik.
- Hak
atas warisan budaya sendiri.
DEFENISI HAM YANG SEJATI
Hak asasi manusia merupakan salah satu
frase yang paling sering diucapkan dalam enam dekade ini. Sayangnya, sering
kali istilah tersebut tidak digunakan dalam konteks yang tepat, sehingga malah
mengaburkan makna sejatinya. Berikut ini sebuah ilustrasi ekstrim yang mestinya
bisa menggambarkan apa sesungguhnya hak asasi manusia itu.
Seandainya anda menampar pipi saya, sebenarnya anda
tidaklah melanggar hak asasi saya. Tapi,
pemerintah negara ini wajib memiliki aturan yang melarang
anda menampar pipi saya, serta siap menghukum anda jika sampai menampar pipi saya.
Jika pemerintah tidak memiliki aturan tersebut, atau tidak berupaya
menegakkannya, maka pemerintahlah yang melanggar hak asasi saya.
Dari sini kita bisa melihat bahwa obyek hukum dari hak asasi manusia adalah pemerintahan negara. Kenapa? Jawabannya ada pada sistem Westphalia.
Dari sini kita bisa melihat bahwa obyek hukum dari hak asasi manusia adalah pemerintahan negara. Kenapa? Jawabannya ada pada sistem Westphalia.
Perjanjian Westphalia tahun 1648 mengukuhkan kedaulatan
bagi setiap negara bangsa. Dalam sistem ini, pemerintahan negara punya wewenang
tertinggi untuk membuat dan menjalankan segala regulasi yang mengikat semua
warga di wilayahnya. Jadi, tidak ada instrumen eksternal apapun yang bisa
mengatur pemerintahan negara.
Dalam perkembangannya, hal ini menimbulkan berbagai
problem. Pemerintahan negara merasa berhak memperlakukan warganya dengan cara
apapun, tanpa halangan dari negara lain. Akibatnya, sering terjadi beragam
represi oleh pemerintahan negara terhadap warganya sendiri.
Represi semacam ini ternyata memiliki implikasi eksternal. Warga di negara lain—terutama negara tetangganya atau negara yang punya kesamaan identitas primordial—bisa saja merasa simpati terhadap korbannya, sehingga mendorong pemerintahnya sendiri untuk melakukan suatu terhadap pemerintah negara represif tersebut, hingga termasuk menyatakan perang. Apa yang tadinya dianggap sebagai urusan domestik pun menjadi isu internasional.
Represi semacam ini ternyata memiliki implikasi eksternal. Warga di negara lain—terutama negara tetangganya atau negara yang punya kesamaan identitas primordial—bisa saja merasa simpati terhadap korbannya, sehingga mendorong pemerintahnya sendiri untuk melakukan suatu terhadap pemerintah negara represif tersebut, hingga termasuk menyatakan perang. Apa yang tadinya dianggap sebagai urusan domestik pun menjadi isu internasional.
Hal seperti ini banyak terjadi dalam tiga abad setelah
Perjanjian Westphalia. Yang paling parah adalah dalam Perang Dunia I dan Perang
Dunia II. Seusai Perang Dunia I, masyarakat internasional telah mencoba
merumuskan hukum yang mengikat pemerintahan negara mengenai perlakuan terhadap
warganya. Dari situ, lahirlah League of Nations.
Tapi, liga ini tidak bertahan lama dan pecahlah Perang
Dunia II. Ketika perang ini berakhir, masyarakat internasional mengevaluasi
kelemahan konsep terdahulu, lalu menata kembali perdamaian dunia melalui United
Nations. Kali ini, mereka juga mengeluarkan suatu standar internasional yang
kita kenal sebagai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948.
Jadi, hak asasi manusia adalah suatu perangkat hukum
supranasional untuk memaksa setiap pemerintahan negara untuk menghormati
hak-hak paling mendasar bagi manusia yang menjadi warganya. Konsep ini
selanjutnya mengatur bagaimana pemerintah membuat dan melaksanakan aturan
mengenai perlakuan terhadap warganya.
Jika kembali kepada ilustrasi di atas, konsep hak asasi
manusia melindungi saya, dengan cara “memaksa” pemerintah untuk melindungi
saya. Yang bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia hanyalah pemerintah
beserta aparatnya. Penamparan pipi oleh anda terhadap saya adalah pelanggaran
hukum biasa, yang cukup ditangani oleh hukum kriminal. Seandainya anda
merupakan aparat pemerintah dan menampar saya sebagai suatu “kebijakan negara”
(bukan pelanggaran disiplin), anda bisa juga dianggap melakukan pelanggaran hak
asasi manusia dan harus berhadapan dengan perangkat hukum hak asasi manusia.
Tapi, pelaksanaan konsep hak asasi manusia tidak berjalan mulus. Hambatan berasal dari dua pihak, yaitu pihak yang tidak setuju dengan konsep hak asasi manusia dan pihak yang belum benar-benar memahaminya. Pihak pertama terutama berideologi fasis, komunis, dan theokratis.
Tapi, pelaksanaan konsep hak asasi manusia tidak berjalan mulus. Hambatan berasal dari dua pihak, yaitu pihak yang tidak setuju dengan konsep hak asasi manusia dan pihak yang belum benar-benar memahaminya. Pihak pertama terutama berideologi fasis, komunis, dan theokratis.
Bagi mereka, konsep hak asasi manusia adalah penghalang
hegemoni yang sedang mereka pegang (atau mereka incar). Jika rakyat mendapat
hak-hak tersebut, kekuasaan mereka akan berkurang. Karena itu, mereka
mengusahakan agar rakyat tidak mengenal hak asasi manusia, atau memiliki
pandangan negatif terhadapnya.
Yang paling sering diutarakan adalah bahwa hak asasi manusia merupakan “konspirasi asing untuk menghancurkan negara”. Apapun yang mereka lakukan terhadap rakyat adalah cara terbaik bagi negara tersebut, dan pembatasan kekuasaan pemerintah dalam konsep hak asasi manusia justru merupakan ancaman bagi negara. Karena itu, para aktivis hak asasi manusia dianggap subversif dan ditindas.
Agar propaganda anti-hak asasi manusia ini bisa diterima oleh rakyatnya, mereka bisa menggunakan dalih budaya atau agama. Sering sekali dikatakan bahwa hak asasi manusia bertentangan dengan nilai-nilai budaya atau agama, sehingga tidak layak dianut. Untuk menghadapi stigma semacam ini, mantan Sekretaris Jenderal United Nations Kofi Annan dalam pidato peringatan 50 tahun deklarasi universal pada tanggal 10 Desember 1997 menyatakan bahwa:
Yang paling sering diutarakan adalah bahwa hak asasi manusia merupakan “konspirasi asing untuk menghancurkan negara”. Apapun yang mereka lakukan terhadap rakyat adalah cara terbaik bagi negara tersebut, dan pembatasan kekuasaan pemerintah dalam konsep hak asasi manusia justru merupakan ancaman bagi negara. Karena itu, para aktivis hak asasi manusia dianggap subversif dan ditindas.
Agar propaganda anti-hak asasi manusia ini bisa diterima oleh rakyatnya, mereka bisa menggunakan dalih budaya atau agama. Sering sekali dikatakan bahwa hak asasi manusia bertentangan dengan nilai-nilai budaya atau agama, sehingga tidak layak dianut. Untuk menghadapi stigma semacam ini, mantan Sekretaris Jenderal United Nations Kofi Annan dalam pidato peringatan 50 tahun deklarasi universal pada tanggal 10 Desember 1997 menyatakan bahwa:
“Hak asasi manusia
adalah ekspresi dari tradisi toleran yang bisa ditemui di semua kebudayaan, dan
merupakan dasar bagi perdamaian dan kemajuan. Bila dipahami dengan benar dan
adil, hak asasi manusia bukan hal yang asing bagi setiap kebudayaan dan telah
ada di semua bangsa di dunia.”
Ketika masyarakat dunia semakin menerima konsep hak asasi manusia, pihak penentangnya kemudian mengambil strategi baru, yaitu merancukan definisinya. Konsep hak asasi manusia sengaja dijadikan tidak jelas dan tumpang-tindih dengan konsep hukum lain.
Segala sesuatu kemudian dikaitkan dengan hak asasi
manusia secara tidak proporsional. Jika ada keributan umum dan ada warga yang
menyerang aparat negara, dikatakan bahwa warga tadi melanggar hak asasi si
aparat negara. Bahkan, jika ada warga yang kecopetan, si pencopet dibilang
melanggar hak asasi manusia. Padahal, pemerintahlah yang sebenarnya melanggar
hak asasi manusia seandainya tidak berusaha menindak si pencopet.
Dari sini bisa dilihat bahwa asosiasi antara konsep hak
asasi manusia dengan pemerintah hendak dihilangkan. Pelanggaran hak asasi manusia
dan pelanggaran hukum kriminal jadi campur-aduk. Akibatnya, pelanggaran hak
asasi manusia yang sebenarnya tidak lagi dianggap sebagai pelanggaran hak asasi
manusia. Dan pemerintah tidak lagi dianggap terikat oleh konsep hak asasi
manusia.
Inilah yang saya sebutkan di awal artikel ini.
Inilah yang saya sebutkan di awal artikel ini.
Kerancuan konsep hak asasi manusia juga disebabkan oleh
penggunaan hak asasi manusia sebagai dalih untuk melanggar hak asasi manusia.
Hal ini sering dipraktikkan oleh Amerika Serikat, yang secara sepihak mengklaim
diri sebagai kampiun penegakan hak asasi manusia.
Selama era Perang Dingin, Amerika menghadapi Blok Komunis
yang terang-terangan menentang konsep hak asasi manusia. Nah, dalam memerangi
kaum komunis tersebut, Amerika menghalalkan segala cara. Misalnya, bekerja sama
dengan tokoh-tokoh anti-komunis yang sebenarnya juga tidak sepakat dengan hak
asasi manusia. Contohnya adalah Augusto Pinochet di Chili, Ferdinand Marcos di
Filipina, dan Soeharto di negara kita sendiri. Komunis memang tidak berkuasa di
negara-negara tersebut, tapi pelanggaran hak asasi manusia juga tetap terjadi,
karena mereka hanya berorientasi pada kekuasaan.
Setelah peristiwa 9/11, rejim George W Bush kembali melakukan kesalahan yang sama, jika tidak bisa dibilang lebih parah. Para tawanan perang di Afghanistan dan Irak mendapat perlakuan sangat buruk, yang paling terkenal di penjara Abu Ghraib dan kamp Guantanamo. Segala kekejian tersebut segera dieksploitasi oleh para penentang konsep hak asasi manusia.
Setelah peristiwa 9/11, rejim George W Bush kembali melakukan kesalahan yang sama, jika tidak bisa dibilang lebih parah. Para tawanan perang di Afghanistan dan Irak mendapat perlakuan sangat buruk, yang paling terkenal di penjara Abu Ghraib dan kamp Guantanamo. Segala kekejian tersebut segera dieksploitasi oleh para penentang konsep hak asasi manusia.
“Hak asasi manusia
itu hipokrit,” demikian propaganda mereka. Ucapan Bush Jr yang sering
menggunakan jargon hak asasi manusia hanya membuat stigma tersebut semakin
buruk dan melekat. Hak asasi manusia—sebagaimana konsep kemasyarakatan
apapun—memang bisa dimanipulasi oleh pihak-pihak yang sebenarnya bertentangan
dengan konsep tersebut. Hal inilah yang perlu dinetralisir oleh para pengusung
konsep hak asasi manusia yang sejati.
Sebelum citra konsep hak asasi manusia semakin buruk dan
tidak bisa efektif lagi, para pelanggar “dari kubu sendiri” seperti ini perlu
disikapi secara tegas. Prancis dan Jerman, misalnya, telah dengan sigap menjaga
jarak dengan rejim Bush Jr dalam kasus invasi ke Iraq. Bahkan, mereka kini
sibuk mengajukan tuntutan kepada CIA yang telah melanggar kedaulatan ketika
mendaratkan pesawat terbang berisi tawanan terorisme tanpa izin di
bandara-bandara Eropa.
Dalam masyarakat internasional yang bertumpu pada sistem
Westphalia ini, aksi pengucilan bisa menjadi senjata ampuh untuk menghukum para
“trouble maker“. Negara-negara berstatus superpower pun tidak akan kebal
terhadap aksi ini, karena bagaimanapun juga ekonomi mereka—yang menyokong
kekuatan mereka—tetap tergantung kepada masyarakat internasional. Selanjutnya,
tinggal menunggu tekanan internasional ini menghasilkan tekanan domestik yang
memaksa pemerintah memperbaiki kebijakannya (atau rejimnya diganti).
Hal ini sudah terbukti ampuh di Amerika dalam pemilihan
presiden lalu. Rakyat Amerika gerah juga bahwa Bush Jr beserta rejim
hawkish-nya menyeret citra negara ke titik nadir, di mana Amerika kehilangan
legitimasinya untuk menyuarakan hak asasi manusia. Belum lagi ditambah
kesulitan ekonomi, gara-gara keuangan negara dihabiskan untuk membiayai perang
sendirian yang tidak didukung oleh masyarakat internasional. Maka, bisa kita
melihat bagaimana para pengikut Bush Jr dari Partai Republik gagal mendudukkan
para calon barunya di Gedung Putih.
Kembali ke hak asasi manusia, yang tak kalah pentingnya
adalah penyebarluasan konsep dalam makna yang sejati ini ke seluruh manusia di
dunia melalui proses edukasi yang sistematis. Manusia yang telah menyadari hak
asasinya diharapkan bisa berusaha menjaga sendiri hak asasinya tersebut,
sekaligus menghormati hak asasi manusia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar